Rabu, 06 Maret 2013

[FANFICTION] BLACKOUT (PART. 1)

“BLACKOUT”





Title: BLACKOUT
Author: *Wulan Sari
               *Junesito Widyo Pramesti
               *Ika Silviany
Genre: Action, Romance, Sad, School Life, etc
Cast: *Jo Sung Min (Wulan Author)
          *Jo Kwang Min (BOYFRIEND)
          *Jung Yeon Mi (Junes Author)
          *Oh Se Hoon (EXO)
          *Kim Jong In (EXO)
          *No Min Woo (BOYFRIEND)
          *Jung Yong Kyo (Ika Author)
          *Gong Chan Shik (B1A4)
          *Park Tae Rin (OC)
          *Han Jae Man (OC)
          *No Myung Soo (OC)
Length: Chaptered
Rating: T
Disclaimer: FF ini dibuat asli oleh para author yang kece ini. FF ini dibuat berdasarkan khayalan para author yang rada gaje ini. Para personil boyband yang ada di FF ini juga tidak dibayar sedikit pun (?)
Copyright: Dilarang plagiat or share ulang, karena melanggar UU RI No. 19 tahun 2002 TENTANG HAK CIPTA dan Pasal 72 KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN

The story is begin...
****************************************************************
#FLASHBACK POV#
Deru pistol tak bisa dihindari lagi. Dor! Suara itu, suara yang begitu menyiksa bagi seorang yeoja cilik yang sedang berdiri di ujung pintu bersama seseorang yang sudah bisa ditebak pasti ia adalah eommanya.
“Appa...” tangisan itu mulai terdengar dari seorang namja yang memegangi tangan appanya itu.
“Kenapa kalian membunuh appaku?! Appaku tidak bersalah!” teriak yeoja cilik itu.
Semuanya hanya diam, tak ada yang berbicara. Eommanya hanya bisa menutup mulutnya menahan sakit dalam pusat tubuhnya, ya, hati, hatinya sungguh sakit saat ini. Bagaimana tidak? Itulah rasanya saat kehilangan orang yang dicintai.
#FLASHBACK POV END#
Seorang yeoja berambut sebahu itu sedang berdiri di hadapan gundukan tanah yang sudah ditumbuhi rumput lebat itu. Jo Sung Min, ya, itulah nama yeoja itu. Buliran bening itu mulai membasahi pelupuk matanya seiring dengan jatuhnya ia diatas gundukan tanah itu.
“Sudah 12 tahun appa. Sudah sangat lama kau meninggalkan kami. Bahkan eomma juga sudah menyusulmu ke sana kan? Appa, kau ingatkan? Kau dulu pernah mengatakan bahwa kebenaran pasti akan muncul. Aku akan menemukannya! Menemukan cip rahasia Agresi Militer 13 tahun lalu. Aku akan menemukan satu orang yang kematiannya telah appa gantikan. Percayalah padaku appa. Sarangaheyo..” ucapnya sambil memeluk makam appanya itu.
***
Ceklek! Suara derit pintu terdengar. Seorang namja yang tampak lebih tua dari Sungmin berjalan menghampirinya. Namja itu langsung memegangi kedua bahu Sungmin dan menatapnya dalam.
“Ada apa dengan matamu? Kau habis menangis eoh?” tanya namja itu.
              “Pikachu pabbo! Jauhkan tanganmu itu,” ucap Sungmin sambil mendorong namja yang berdiri dihadapannya itu.
“Yak! Jo Sung Min! Berhentilah memanggilku seperti itu. Kau seharusnya memanggilku Kwang Min oppa,” gerutunya kesal.
“Terserah kau saja!” Sungmin berjalan melewatinya.
“Yak! Kau belum menjawab pertanyaanku!” namja itu mulai merengek lagi.
“Begitu kasihannya aku memiliki seorang oppa yang begitu pabbo. Harusnya kau yang menjawab pertanyaanku. Yak! Kenapa kau tak pergi ke makam appa?! Hari ini adalah hari peringatan kematiannya!” Sungmin langsung menatap tajam oppanya itu.
“Aku... Aku hanya...” Kwangmin terdiam cukup lama.
“Hanya apa, hah!?”
“Minnie-ah, kau tau? Aku sudah tak ingin kembali pada luka itu,” Kwangmin menundukkan kepalanya.
“Aku tak pernah memintamu kembali padaa luka itu. Setidaknya jenguklah appa. Kau bahkan tak pernah mencoba untuk memecahkan kasus appa.”
“Minnie-ah.. Aku tak bisa. Peristiwa yang appa alami itu hanya takdir yang harus appa jalani.”
“Kalau begitu, aku yang akan memecahkan kasus itu sendiri. Dan.. Jangan pernah mencoba untuk menghentikanku!!”
***
Sungmin masih mentap lekat layar laptopnya. Tangannya sibuk mengetikkan kode-kode aneh. Accessing Data. Success. Processing Data. Ketiga kalimat itulah yang tertera di layar laptopnya.
“Berhasil!” Sungmin menampilkan smirk khasnya setelah ia berhasil menghack data dari kantor Kepolisian Nasional Korea Selatan tanpa jejak.
Mata hazzel yeoja itu tak teralihkan sama sekali. Daftar tersangka Agresi Militer 2001. Sungmin tak tinggal diam, ia langsung mengeprint data itu.
“Diantara 6 orang ini, pasti satu diantaranya adalah tersangka sesungguhnya,” batin Sungmin sambil menatap foto ke-6 orang yang ada pada data itu.
***

Blam! Bola basket itu sudah masuk ke ring. Dung! Dung! Dung! Suara dentuman antara bola dan lantai lapangan basket terdengar begitu keras. Dengan sedikit gaya.. YEAH! Jump Shoot! Blam! Bola basket itu kembali masuk ke ring.



“Sungmin-ah!” panggil seseorang.
Sungmin menatapnya sekilas. Matanya kembali pada ring dihadapannya. Merasa diabaikan, yeoja itu langsung mendekatinya dan merebut bola itu. Dengan sedikit gaya. Blam! Bola basket itu dengan pasrah masuk ke ring.
“YAK!” teriak Sungmin.
Sungmin menatap tajam yeoja dihadapannya. Jung Yeon Mi, itulah nama yeoja yang menurut Sungmin saat ini begitu menyebalkan. Yang ditatap malah menampilkan puppy eyes khasnya.
“Apa yang kau mau?” Sungmin sudah tau apa arti puppy eyes itu.
“Temani aku ke cafe. Ya? Ya? Ya?” pinta Yeonmi.
“Sirheo,” balas Sungmin singkat.
“Yak! Aku akan berisik jika kau tak mau menemaniku,” ancam Yeonmi.
Yeonmi tau bahwa Sungmin benar-benar tak suka dengan yang namanya BERISIK saat konsentrasi. Ya, biasanya di saat seperti ini Yeonmi akan mengeluarkan jurus andalannya yaitu berisik di hadapan yeoja itu.
“Kau bisa pergi bersama Yongkyo!”
“Yongkyo masih bermain dengan piano kesayangannya di ruang musik. Ayolah, Minnie Mouse,” rengek Yeonmi.
“Kau ingin mati sekarang Jung Yeon Mi-ssi!?” Sungmin menatap tajam ke arah Yeonmi seakan ingin membunuhnya saat ini juga.
“Mianhae, aku tak kan memanggilmu Minnie Mouse lagi jika kau mau menemaniku!”
Sungmin mengedarkan pandangannya sejenak dan langsung berlari ke arah seseorang. Yeonmi menatapnya kesal. Pasti ia ingin kabur. Itulah yang ada dalam benak Yeonmi. Tak lama kemudian, Sungmin kembali bersama seorang namja, sunbae mereka.
“Sehun-ah, temani yeoja bawel ini ya. Jaga dia dengan baik. Gomawo!” ucap Sungmin kilat dengan watados.
“Ah.. Ne.. Ne..” ucap Sehun gugup saat menatap Yeonmi.
“Yak! Dia lebih tua darimu, kenapa kau tak memangginya oppa? Dan bagaimana bisa kau mengenalnya?” bisik Yeonmi menyenggol lengan Sungmin.
“Rahasia. Aku pergi. Pai. Annyeong,”  Sungmin tersenyum lebar.
“Yak! Minnie Mouse. Kembali kau!!” seru Yeonmi.
Sungmin sudah menghilang di antara kerumunan murid. Yeonmi mendengus kesal. Kemudian menatap Sehun yang ada disampingnya. Hening. Suasana ini berlangsung hingga terdengar suara deheman dari namja bernama Sehun itu.
“Ehem! Oh Sehun imnida,” Sehun memperkenalkan dirinya sendiri.
“Jung Yeonmi imnida,” balas Yeonmi dengan senyum manisnya yang mungkin bisa membuat para semut mendekat karena saking manisnya.
“Katanya kau mau jalan-jalan? Kajja!” ucap Sehun sambil menarik tangan Yeonmi.
“Tunggu dulu. Mau naik apa?” Yeonmi menghentikan langkahnya.
“Naik... naik bis saja ne? Mobilku sedang dibengkel,” ucap Sehun polos dengan wajah datar yang terlihat PABBO!
“Ah.. Anni, anni. Aku bawa mobil. Naik mobilku saja,” ujar Yeonmi.
Tanpa sadar, kini Yeonmi-lah yang menggenggam tangan Sehun. Posisi itu membuat mereka berdua terlihat seperti sedang.. berpacaran? Yeonmi masih belum sadar ketika jemarinya bertautan dengan jemari Sehun. Sehun tersenyum menyadari hal itu. Mereka berdua sudah berdiri di depan mobil sport limited edition berwarna hitam keluaran terbaru milik Yeonmi.
“Kau yang menyetir, ne?” ujar Yeonmi.
“Ngg.. Ne! Ehm.. tanganmu..” ucap Sehun terputus.
“Ah! Mianhae! Kajja,” sahut Yeonmi yang langsung melepaskan genggamannya.
“Pabbo namja! Seharusnya aku tak mengatakannya. Sungmin benar, aku memang makhluk yang sangat pabbo!” batin Sehun sembari menjitak kepalanya sendiri.
“Eh? Kenapa kau menjitak kepalamu sendiri eoh?” tanya Yeonmi heran
“Ah, eh. Ehm, gwenchana,” jawab Sehun kaku.
“Really?” tanya Yeonmi lagi.
“Ne, nan gwenchanayo. Sekarang kita mau kemana?” ujar Sehun sembari menyalakan mesin mobil.
“Ehmm.. cafe” ucap Yeonmi singkat
“Ne! Kajja!”
Brum! Sehun melajukan mobil Yeonmi dengan kecepatan standar. Suasana canggung kembali menyergap keduanya. Tak ada yang berniat memulai pembicaraan. Keringat dingin membasahi pelipis mereka, sebagian meluncur bebas, sebagian membasahi rambut mereka. Wajah Yeonmi memanas. Salto, eh Salting.
“Kenapa perasaanku jadi seperti ini? MINNIE MOUSE!!! Kau harus bertanggung jawab!!” batin Yeonmi kesal setengah hidup -_-!
“Jantungku seperti mau keluar! Perasaan macam apa ini!? MINNIE MOUSE!! Jeongmal gomawoyo!!” batin Sehun senang setengah mati.
***
Sungmin nampak asyik berbincang dengan seorang namja. Kim Jong In atau akrab dipanggil Kai itu nampak sedang tertawa-tawa dengannya. Tatapan tajam meluncur dari seorang namja yang sedang berdiri di balik pintu yang tak jauh dari tempat Sungmin dan Kai mengobrol. Grep! Namja itu langsung menarik tangan Sungmin dan menjauh dari Kai. Sungmin terpaksa mengikuti langkah panjang itu. Kai hanya menatapnya bingung sampai punggung kedua orang itu menghilang dari pandangannya.
                “Yak! Tikus bawah tanah pabo! Kenapa kau menarikku, hah?! Kau tahu hal yang bernama sakit tidak?!” sembur Sungmin setelah namja itu melepas genggaman tangannya.
                “Kau bilang kau menyukaiku kan kemarin? Kenapa kau terlihat mesra sekali dengannya?!” namja yang akrab disapa Minwoo itu menatapnya dengan tampang marah bercampur kesal.
                “Memangnya kenapa?” Sungmin menatapnya dingin.
Minwoo hanya diam. Ia menyadari sesuatu. Ne, Sungmin bukan kekasihnya, ia tak berhak mengaturnya dan melarangnya akan bermesraan dengan siapa. Sungmin tersenyum kecil. Ia nampaknya juga menyadari sesuatu. Minwoo cemburu padanya. Otak jahilnya mulai bekerja. Grep! Sungmin mendorong Minwoo dan memojokkannya. Wajah tampan Minwoo langsung menegang diperlakukan seperti itu oleh Sungmin. Sungmin menyandarkan satu tangannya di samping kepala Minwoo, menguncinya agar tak bisa lari kemanapun.
                “Kau cemburu padaku?” tangan Sungmin yang lain memainkan ujung dasi Minwoo.
                “Anni,” wajah Minwoo sudah semerah tomat saat ini.
                “Jinjja? Kalau begitu bagaimana dengan ini...” Sungmin mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Minwoo.
Hembusan nafas Sungmin begitu terasa di wajah Minwoo. Wajah Minwoo terlihat semakin menegang dan memerah. Namja itu langsung menahan nafasnya. Jarak bibir mereka hanya tersisa 2cm, membuat Minwoo hampir sesak nafas dibuatnya. Sungmin memang tak berniat untuk mencium Minwoo, ia hanya ingin mempermainkannya saja. Drrrttt... Drttt...
                “Sial! Aku tak bisa menjahilinya lebih lama lagi,” batin Sungmin sambil merogoh ponsel di saku blazzernya.
Park Tae Rin. Nama itulah yang muncul di layar ponselnya. Sungmin terdiam sebentar, kemudian menampilkan senyum khasnya sekilas. Ia langsung pergi meninggalkan Minwoo yang masih mengatur nafas akibat ulahnya barusan.
                “Dia benar-benar hampir membuatku mati berdiri ataupun gila setiap hari,” ucap Minwoo sambil membenarkan letak dasinya.


***
Pip...
                “Yeoboseyo... Mwo?! Ye? V-Ka Bar? Arra... Arra... Gomawo... Aish... Jinjjayo? Ah ne... Aku akan segera ke sana.”
Sungmin langsung berlari menuju ke suatu tempat. Ruang musik, itulah tempat tujuannya. Sesampainya di ruangan itu Sungmin menatap Yongkyo yang sedang bermain piano dan di sampingnya berdiri seorang namja tampan yang ikut bernyanyi dengannya. Gong Chan Shik, ya, dia adalah Gongchan. Salah satu sunbae yang paling akrab dengan Yongkyo. Ide iseng yeoja bernama Sungmin itu kembali muncul. Entah kenapa, ide iseng selalu muncul dalam otaknya. Ia langsung membuka aplikasi MP3 Player di ponselnya dan menyetelnya dengan volume yang full hingga membuat Yongkyo dan Gongchan menghentikan nyanyiannya.
                “Minnie Mouse! Aku tau itu kau! Keluarlah! Atau aku akan menguburmu hidup-hidup!” teriak Yongkyo.
                “Hehehehehe,” Sungmin hanya tertawa-tawa setelah keluar dari tempat persembunyiannya.
Yongkyo menatap Sungmin kesal. Ia hampir saja melempar piano yang ada di hadapannya jika tak ada Gongchan di sampingnya. Sungguh, Sungmin menghancurkan rencananya saat ini. Rencana apa lagi selain mempermainkan Gongchan.
                “Gongchan-ah, aku pinjam Yongkyo dulu ya... Pai,” Sungmin langsung menarik Yongkyo keluar dari ruangan itu.
Sungmin berlari sambil menarik Yongkyo menuju ke parkiran. Ia menghentikan langkahnya di depan sebuah motor balap yang terlihat begitu keren. Bodi depannya besar kemudian meramping ke bagian belakang. Itu motor limited edition yang tak semua orang bisa membelinya. Yongkyo mendelik sebal.
                “Wae?”  ucap Sungmin sambil memakai helmnya dan melemparkan helm yang lain ke arah Yongkyo.
                “Kau menggangguku! Kau tidak lihat aku sedang memainkannya?!” Yongkyo langsung memakai helm yang tadi Sungmin lemparkan.
                “Kau pikir aku juga tidak terganggu eoh? Aku juga terganggu sepertimu saat memainkannya,” Sungmin menatap Yongkyo dengan tatapan sinisnya.
                “Sudahlah, aku tak ingin membahasnya. Lalu apa tujuanmu hari ini?”
                “V-Ka Bar! Yeoja yadong itu sudah menemukan seseorang yang bisa dipercaya.”
                “Park Tae Rin maksudmu?”
                “Ne.”
                “Neo micheoseoyo! Kau ingin kita mati di tengah jalan hah?!”
                “Mwo?!” Sungmin mengerutkan keningnya.
                “Kita akan ke Club kan? Dan tidak mungkin jika kau tidak minum.”
                “Kau pikir aku sebodoh itu eoh? Aku sendiri pun belum pernah minum walau aku sering ke bar. Arraseo? Kajja naiklah.”
Yongkyo hanya bisa nyengir kuda. Ya, Yongkyo tahu Sungmin suka keluar masuk bar manapun entah untuk apa. Tapi biasanya setelah keluar dari bar, ia tak tampak mabuk. Ia terlihat seperti biasa. Bruk! Dengan sedikit gaya yang cukup berlebihan karena dia terlalu hyperaktif, ia sudah duduk di belakang Sungmin dan hampir mengolengkan motor itu. Untung saja kaki Sungmin kuat untuk menahan motor ini agar tidak jatuh. Sungmin menatap kesal Yongkyo dibalik helm berwarna hitamnya. Sungmin langsung menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. Yongkyo otomotis langsung menarik blazzer Sungmin.

Ini motor Sungmin


Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit bagi mereka untuk sampai di V-Ka Bar. Mereka berdua langsung turun dari motor itu dan mulai memasuki V-Ka Bar yang sudah terlihat ramai itu. Mata Sungmin tertuju pada yeoja cantik yang sedang berdiri di samping meja bartender. Yeoja berbalut gaun malam yang terlihat errr... sexy itu mengulum senyumnya. Yongkyo masih terkagum dengan suasana bar yang keren, bar yang dibuat dengan arsitektur Eropa itu semakin membuatnya melebarkan mulutnya.  Tanpa aba-aba, Sungmin langsung menarik tangan Yongkyo dan berjalan ke tempat yeoja yang berdiri di samping meja bartender itu.
                “Siapa yang kau temukan?” ucap Sungmin tanpa berbasa-basi.
                “Han Jae Man, ia tahu apapun tentang No Myung Soo,” jawaban yeoja yang tak lain bernama Taerin itu membuat Sungmin tersenyum.
                “Dimana dia?”
                “Dia sedang menari di sana. Kau butuh sesuatu untuk membuatnya bicara,” tatapan Taerin seakan menunjukkan sesuatu.
                “Arra. Aku ke ruang ganti dulu. Yongkyo-ah, kau di sini saja bersama Taerin. Kali ini aku akan melakukannya sendiri.”
Sungmin sudah mengganti seragam sekolahnya dengan gaun malam yang begitu minim. Gaun itu mengekspos punggung mulusnya. Ia berjalan dengan santai menuju ke tengah bar. Yeoja itu mulai meliukkan tubuhnya, memamerkan paha putih mulusnya. Tatapan mengerikan dari para namja di sekitarnya membuatnya sedikit risih. Dengan berani, Sungmin semakin menari dengan errrr... sexy. Seorang namja tampan ikut menari di sampingnya. Membuat suasana di sekitar mereka terasa panas.
Kini Sungmin sudah duduk di samping Jaeman, orang yang akan memberitahunya salah satu bukti untuk mencari pembunuh appanya. Sungmin menatap namja yang masih setengah sadar itu. Namja itu sepertinya sedang mabuk berat.
                “Kau akan masuk ke dalam perangkapku Han Jae Man-ssi,” batin Sungmin.
Sudah hampir setengah jam Sungmin menginterogasi namja itu. Yeoja itu tersenyum puas saat mendengar ucapan terakhir dari Jaeman. Sebelum pergi, Sungmin sempat memberikan suatu obat untuk Jaeman agar tak bisa mengingatnya.
                “Gomawo Taerin-ah, kerjamu cukup bagus walaupun terlalu beresiko,” cibir Sungmin.
                “Yak! Berhentilah meledekku!” omel Taerin.
                “Arraseo. Ku rasa aku akan membutuhkanmu lagi. Uangnya akan aku transfer nanti. Kajja Yongkyo-ah,” Sungmin langsung menyambar tasnya.
                “Aku tidak membutuhkan uangmu Sungmin-ah. Aku melakukannya bukan karena uang tapi karena kita sahabat. Dan juga aku ingin berhutang budi padamu yang telah membantu usahaku.”
                “Gomawo, Taerin-ah. Aku berhutang padamu,” Sungmin tersenyum sekilas pada Taerin sebelum menarik kembali tangan Yongkyo untuk kembali.
                “Ehm, Minnie-ah, kau ingin pulang dengan gaun malam itu?” tanya Yongkyo.
                “Biarlah. Aku tak ingin Pikachu pabo itu menceramahiku jika pulang telat,” ucap Sungmin santai.
***
Yongkyo masih menatap laptop milik Sungmin. Sungmin sendiri, entahlah, ia pasti sedang bertengkar kecil dengan oppanya. Yongkyo mengalihkan pandangannya pada foto yang ada di samping laptop itu. Foto masa kecil Sungmin dan Kwangmin bersama kedua orangtuanya.
                “Aku masih beruntung darinya.  Eommaku masih hidup bersamaku, walaupun sejak kejadian tragis itu kami sama-sama kehilangan sosok appa,” gumam Yongkyo, tangannya meraba lembut permukaan bingkai foto itu.
Di sisi lain, keributan terjadi antara Sungmin dan Kwangmin. Ne, Kwangmin memang sedikit tidak menyukai perubahan sikap dongsaengnya akhir-akhir ini. Yeoja itu, bagi Kwangmin adalah hidupnya. Hanya dia yang ia miliki saat ini setelah kedua orangtuanya meninggal. Itulah mengapa Kwangmin tak pernah mengungkit masa lalu itu demi Sungmin. Tapi sayang, Sungmin masih tidak bisa menerimanya. Ia bahkan rela menyerahkan nyawanya hanya demi kebenaran itu terungkap. Ia tidak ingin nama appanya tercoreng dengan kesalahan yang tak pernah dilakukan atau bahkan dimengerti. Ia ingin semua berjalan seperti seharusnya.
                “Apa yang kau lakukan di bar itu hah?! Sudah berapa kali aku melarangmu pergi?!” bentak Kwangmin.
                “Sudah ku bilang jangan urusi aku dan jangan pernah mencoba untuk menghentikanku!” balas Sungmin.
                “Jawab aku Minnie! Kau bermain dengan namja di sana?! Atau kau melakukan sesuatu dengan namja di sana?! Yeoja macam apa kau ini?!” bentakan Kwangmin terdengar begitu menyakitkan bagi Sungmin.
Plak! Telapak tangan Sungmin sudah mendarat mulus di pipi kanan Kwangmin. Namja itu hanya terdiam, mengingat kembali apa yang telah diucapkannya barusan. Mata Sungmin memerah, menahan air mata yang mungkin akan jatuh sebentar lagi.
                “Aku akan melakukan apapun demi appa! Tak peduli dengan nyawaku sendiri! Dan jangan samakan aku dengan yeoja jalang ataupun yeoja murahan yang ada dalam pikiranmu saat ini! Aku bukan manusia tak berharga sepertimu!” Sungmin berlari ke kamarnya.
Blam! Yeoja itu membanting keras pintu kamarnya sendiri hingga membuat Yongkyo tersadar dari lamunannya. Mata Kwangmin menatap terus pintu kamar Sungmin yang sudah tertutup rapat itu. Tubuh Sungmin merosot ke lantai. Ia menundukkan kepalanya di sela-sela kedua kakinya. Ia menangis. Yongkyo menatapnya prihatin. Yeoja itu langsung duduk mendekat ke arahnya dan memeluknya lembut.
                “Sungmin-ah, wae geurae? Uljima,” Yongkyo mengusap pelan punggung sahabatnya itu.
***
                “No Myung Soo, ia adalah seorang Menteri Pertahanan. Ia dulu rekan appa kita. Ia memang bukan orang yang kita cari, tapi ia salah satu orang yang berpengaruh saat penembakan appamu dan appaku. Ia memiliki dokumen yang bisa menyeretnya masuk ke penjara karena ia telah melakukan penyelundupan alat perang ke luar negeri. Selain itu, ia memiliki bukti untuk menemukan orang yang kita cari,” jelas Sungmin panjang lebar sambil menyetir mobilnya.
               “Lalu, apa tugasku?” Yongkyo langsung menatap ke arah Sungmin yang masih sibuk menatap jalanan di hadapannya.
                “Pakailah semua penyamaranmu dan kacaukan acara yang ada di kantornya. Aku akan menyusup untuk mengambil semua dokumen itu. Arraseo?”
                “Arra.”
Yongkyo keluar dari mobil Sungmin. Ia menyamar sebagai salah satu anggota rapat itu. Tangannya memegang sesuatu. Disket. Ne, disket yang berisi film kartun itu akan mengacaukan rapat berharga bagi No Myung Soo. Yongkyo menghentikan langkahnya sebentar.
                “Sedikit sentuhan, dan kekacauan akan terjadi,” Yongkyo tersenyum simpul sambil menatap disket di tangannya, ia melanjutkan langkahnya lagi.
Sungmin langsung memakai rambut palsunya, maskernya, soft lensnya, dan jaketnya. Tangan kirinya menyelipkan sesuatu di balik jaket hitamnya. Ia terlihat seperti namja saat ini. Itu berarti penyamarannya sukses.
***
Yongkyo melangkahkan kakinya menuju ke ruang pengendali. Masih banyak kru yang sedang mempersiapkan rapat ini. Tangan Yongkyo meraih disket yang tergeletak di meja itu dan menggantinya dengan disket miliknya. Jejak tangannya tak akan terlihat karena ia menggunakan sarung tangan saat memegangnya. Tugasnya telah selesai. Ia kembali ke ruangan rapat, melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sungmin akan memanjat gedung itu. Untungnya ada sedikit celah untuk menembus keamanan yang ada. Setelah masuk, yeoja itu langsung mencari ruangan No Myung Soo. Beruntung, detektor itu masih bisa bekerja dengan baik, tidak seperti biasanya yang suka mati mendadak. Bugh! Bugh! Bugh! Ia berhasil membuat para penjaga itu jatuh terkapar hingga pingsan.
                “Ternyata semudah ini untuk menyusup ke ruangan Menteri Pertahanan. Pengamanan yang benar-benar buruk. Ku rasa mereka butuh orang-orang yang sedikit lebih cerdas sepertiku,” ucap Sungmin sambil memasuki ruangan itu.
Tangannya terus membongkar isi lemari di hadapannya. Mencari sebuah kotak yang cukup besar dan biasa disebut sebagai brankas. Sepertinya ia tidak menemukannya di lemari. Ia langsung menuju ke meja kerja yang ada di ruangan itu. Tangannya terus merogoh laci itu. Ketemu! Tangan Sungmin langsung memutar penutupnya sesuai serial number yang semalam diberikan oleh Jaeman. Ceklek! Terbuka!
                “Wah, ternyata benar. Semua dokumennya sangat lengkap. Ini semakin menarik,” gumam Sungmin sambil tangannya terus membolak-balik berkas-berkas yang ada di genggamannya.
                “Apa yang kau lakukan?!” suara itu langsung membuat pergerakan Sungmin berhenti.
Sungmin menampilkan smirk khas miliknya. Dia adalah targetnya, No Myung Soo. Di sampingnya berdiri banyak pengawal. Sungmin menatap mereka satu per satu. Sungmin langsung bangkit dari duduknya. Ia tersenyum manis pada mereka. No Myung Soo sepertinya sudah bersiap untuk menghabisi Sungmin.
                “Jangan bergerak! Atau pistolku ini akan menembus jantungmu!” ucap salah seorang pengawal sambil menodongkan pistolnya.
                “Ah, jinjjayo? Ku rasa itu adalah hal terbodoh yang pernah aku dengar,” ucap Sungmin dengan nada beratnya.
Ucapan Sungmin barusan berhasil membuat No Myung Soo semakin geram. Namja yang sepertinya sudah berumur setengah baya itu mengepalkan tangannya. Sungmin yang sepertinya sudah tahu sesuatu langsung menyusun rencananya. Ia memperhitungkan pergerakan mereka semua. Bingo! Ia berhasil membaca seperti apa pergerakan mereka nantinya.
Sungmin langsung berlari. Dor! Peluru itu hampir saja mengenai tubuhnya jika ia tidak langsung merunduk. Bug! Tangan kiri Sungmin langsung memukul punggung salah satu pengawal itu. Ah! Tangan Sungmin berhasil dicekal oleh dua orang pengawal itu. Bugh! Bugh! Dengan sedikit gerakan berputar dan... Bugh! Sungmin berhasil membuat keseimbangan kedua pengawal itu tak terkendali. Belum ada satu detik, mereka sudah jatuh terkapar setelah tubuh mereka dibanting oleh Sungmin. Sret! Tanpa terduga ujung samurai tajam itu menyayat lengan kanan Sungmin. Otomatis jaket yang ia gunakan sobek dan membuat kulit lengannya terluka. Darah segar langsung menetes deras. Sungmin tak tinggal diam, ia langsung membuka resleting jaketny dan merogoh sesuatu di baliknya. Dor! Dor! Dor! Setelah tembakan ketiga, Sungmin langsung berlari sambil membawa dokumen-dokumen itu. Ia melompat dari jendela ruangan itu. Sungmin terus berlari melewati jembatan penyeberangan yang tak jauh dari jendela yang baru saja ia lompati. Sesaat ia terus meliukkan tubuhnya untuk menghindari peluru yang keluar dari pistol No Myung Soo. Namja itu terus mencoba menembak lagi, tapi sayang pelurunya telah habis. Sungmin menghentikan larinya. Ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah No Myung Soo. Giliran Sungmin yang beraksi. Ia kembali mengeluarkan pistolnya. Tak ada niat untuk membunuhnya. Sungmin hanya mengarahkan pistolnya ke arah Myungsoo. Myungsoo terus menghindar, hingga... Sreet! Ia hampir jatuh dari jembatan penyeberangan itu. Sungmin segera mendekat ke arahnya. Tangan kiri Sungmin terus memegangi lengan kanannya yang terus mengeluarkan darah segar itu. Ia berjongkok di hadapan namja itu.
                “Sejujurnya, aku tak berniat untuk membunuhmu. Tapi sepertinya kau akan mati dengan sendirinya,” ucap Sungmin santai.
                “Mianhae, tolong aku. Aku berjanji tak akan melakukan hal yang seperti dulu lagi. Aku tau kau nona Jo. Aku akan memberimu apapun. Aku berjanji,” ucap Myungsoo.
                “Tapi, bukankah nyawa harus dibayar dengan nyawa?” tanya Sungmin.
                “Mianhae, aku akan tunduk padamu. Tapi biarkan aku hidup.”
                “Kau tidak harus tunduk padaku tuan No. Kau hanya perlu membayar semuanya,” Sungmin meniup pelan tangan Myungsoo dan membuatnya jatuh ke bawah.
Brak! Sebuah mobil telah menabraknya tepat saat ia jatuh ke bawah. Sungmin hanya menampilkan senyum kecutnya sebelum pergi meninggalkan tempat itu.
***
Keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuh Sungmin. Kulitnya sudah memucat seperti mayat hidup.tubuhnya terlihat begitu lemas. Yongkyo yang sedang mendengarkan musik dengan headphonenya di mobil sangat kaget melihat Sungmin dengan langkah terseok-seok berjalan ke arahnya. Ia begitu prihatin melihat keadaan sahabatnya itu. Tubuhnya penuh luka dan ia kekurangan banyak darah. Yongkyo segera membantu Sungmin berjalan dan mendudukkannya di kursi sebelah kemudi.
                “Biar aku yang mengemudikannya dan membawamu ke rumah sakit,” ucap Yongkyo.
                “Memangnya kau bisa mengemudi?” tanya Sungmin.
                “Yak! Ish! Di saat kau terluka begini masih bisa menghinaku. Aigoo.. Kau benar-benar bukan manusia seperti yang oppamu katakan. Diamlah! Aku bisa mengemudi. Kau hanya perlu bertahan,” omel Yongkyo.
                “Bawa aku pulang. Aku tak mau ke rumah sakit.”
                “Mwo?! Yak! Neo micheoso?! Kau ingin mati, eoh?! Kau benar-benar keras kepala sekali!”
                “Aku lebih baik mati seperti ini daripada aku ke rumah sakit dan mati di hadapan banyak orang dengan sebutan yang begitu menyakitkan telinga.”
Yongkyo terdiam. Ia mengangguk mengerti. Benar yang diucapkan Sungmin. Para pegawai rumah sakit akan curiga dengan luka di lengannya. Pasti semuanya akan ketahuan. Sungmin melepas masker yang hampir menutup seluruh wajahnya. Yongkyo langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah dokter kenalan Yongkyo yang pasti bisa menjaga rahasia mereka.
                “Emm...” Sungmin mengerang pelan di atas tempat tidurnya, membiasakan cahaya yang masuk ke matanya.
                “Eh, kau sudah bangun? Minum obat ini, untuk mengurangi rasa sakitnya,” ujar Yongkyo sembari mendekati sahabatnya dan memberinya obat.
                “Sirheo. Aku mau...” ucapan Sungmin terpotong ketika ia melihat tayangan yang ada di siaran salah satu stasiun televisi. Berita mengenai ‘acara’nya dengan Yongkyo tadi pagi.
                “Kau cukup aman untuk saat ini Minnie-ah. Polisi belum bisa menyimpulkan sketsa wajah si pelaku,” ujar Yongkyo.
              “Arraseo. Dan bisakah kau mengganti panggilan buruk itu. Jangan panggil aku dengan sebutan anak kecil seperti itu,” ucap Sungmin lagi-lagi nada dingin yeoja itu muncul.
                “Mianhae, aku kelepasan. Bukankah itu panggilan yang begitu imut? Kau akan terdengar imut menggunakan panggilan itu,” ucap Yongkyo lagi-lagi dengan sifat berlebihannya.
                “Aku bosan dengan kalimatmu itu, Yongkyo-ah. Lebih baik kita pergi dari sini sekarang,” kata Sungmin.
Sret! Tangannya langsung mencabut infus yang menancap di tangan kirinya. Yongkyo menatapnya serius.
                “Kemana? Kau mau pulang? Kau belum sembuh Sungmin-ah.”
                “Cukup berbahaya jika aku terus berada di sini. Pikachu pabo itu akan curiga jika ia tahu aku berada di sini.”
                “Lalu kau akan kemana? Pulang ke rumah?”
                “Kau ini pabo atau apa sih? Tentu saja tidak. Ke rumahmu saja.”
                “Mwo? Tidak bisa. Eommaku bisa curiga. Aku punya apartment dekat rumah. Kau pakai saja.”
                “Terserah.”
Mereka segera keluar dari ruangan itu. Yongkyo langsung menyelesaikan urusannya dengan dokter itu agar rahasia mereka berdua tetap aman. Sungmin berjalan menuju mobilnya sambil memandangi plastik berisi obat yang terpaksa harus ia minum agar lukanya cepat sembuh.
                “Lain waktu aku harus lebih teliti memperhitungkan gerak lawan. Aku tak akan lengah lagi dan harus menelan beberapa benda yang rasanya pahit seperti ini,” gerutu Sungmin.
***
                “Sungmin-ah!” panggil Yeonmi.
Sungmin menoleh sebentar. Ia mengacuhkan Yeonmi dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke kelas. Yeonmi segera berlari mengejar Sungmin. Grep!
                “Arghh!” lengking Sungmin tepat saat Yeonmi mencengkeram lengan yeoja itu.
                “Eh, eh, mian. Aku tidak sengaja,” ucap Yeonmi seraya melepaskan genggaman tangannya di lengan Sungmin.
                “Lain kali jangan memegang tubuh orang seenaknya,” Sungmin menyipitkan matanya, menatap Yeonmi sinis.
                “Mianhae,” Yeonmi hanya bisa menundukkan kepalanya di saat Sungmin seperti ini.
                “Wae? Apa yang ingin kau katakan?” tanya Sungmin dingin.
                “Ngg... Anni, tidak jadi,” jawab Yeonmi gugup.
Sungmin hanya mendelik mendengar jawaban Yeonmi dan kemudia berlalu meninggalkannya. Yeonmi masih terdiam di tempatnya menatap punggung yeoja tinggi itu menjauh. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala Yeonmi.
                “Apa aku menggenggam terlalu erat? Kenapa dia kesakitan? Apa baru saja terjadi sesuatu dengannya?” batin Yeonmi.
                “Yaa~” telapak tangan melambai-lambai di depan mata Yeonmi. Yeonmi mengedipkan matanya. Membuyarkan lamunannya.
                “Eh,” Yeonmi mendongakkan wajahnya, menatap namja tampan yang kini sudah berdiri di hadapannya.
                “Wae geurae?” tanya Yeonmi.
                “Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kau ini kenapa? Melamun di tengah jalan,” jawab namja itu yang ternyata adalah Sehun.
                “Ngg... Hehehe. Gwaenchana,” jawab Yeonmi ragu sambil nyengir tikus.
                “Ah.. Jangan-jangan kau sedang melamunkan diriku?” tanya Sehun dengan pedenya.
                “Mwoya?!” Yeonmi langsung mendelik medengar pertanyaan Sehun barusan.
                “Aku hanya bercanda. Kau ada acara hari ini?”
                “Emm... Entahlah. Sepertinya kosong,” ucap Yeonmi sembari mengingat-ingat.
                “Kalau begitu... Bagaimana kalau kita jalan-jalan?”
                “Jalan-jalan? Kau gila? Aku bisa disembur eomma dan appaku,” Yeonmi menatap Sehun dengan judesnya.
                “Disembur? Memangnya mereka itu dukun?” alis Sehun berkerut bingung, pabonya mulai muncul kembali.
Yeonmi berdehem. Ia menatap Sehun dengan tatapan kesalnya. Andai ia sudah tak sabar, mungkin ia akan menggoreng otak Sehun untuk dibuat otak-otak agar lebih pintar sedikit.
                “Maksudku bukan begitu Sehun sunbae.”
                “Lalu?”
                “Kau mengulur waktu atau kau memang benar-benar tidak tau atau kau pura-pura tidak tau Sehun sunbae?”
Sehun menatap Yeonmi aneh. Wajahnya datar dan penuh dengan kepolosan. Yeonmi kembali menghembuskan napasnya, jengkel. Sehun yang ditatap seperti itu hanya terus menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
                “Kau tau nanti kita pulang jam berapa?” tanya Yeonmi berusaha sabar menghadapi sunbaenya yang terkenal berotak lola itu.
                “Pukul sembilan (malam), lebih cepat tiga puluh menit,” jawab Sehun sambil nyengir.
                “Meskipun kita pulang lebih cepat tiga puluh menit. Apa...”
Belum sempat Yeonmi melanjutkan ucapannya, bel sekolah pertanda masuk dan kelas akan dimulai sudah berbunyi. Yeonmi tersentak dan segera berlari menuju kelasnya, meninggalkan Sehun yang masih termangu. Namja itu bahkan baru sadar ketika bel sudah selesai berbunyi. Ia langsung berlari menuju kelasnya setelah melihat keadaan sekitarnya yang sudah sangat sepi itu karena semua murid sudah berada di kelas masing-masing. Yah, itu karena otak Sehun yang nggak pake wifi cepet, jadi lolanya keterlaluan.
***
                “Minnie-ah! Ah, maksudku Sungmin-ah!”
Sungmin membalikkan tubuhnya, kemudian mencari seseorang yang baru saja memanggil namanya. Smirk khasnya muncul ketika ia melihat si pemanggil.
                “Wae?” tanya Sungmin.
Raut sedih terpancar dari wajah tampan milik seorang namja bernama Minwoo itu. Minwoo langsung berjalan mendekati Sungmin. Sungmin menatapnya datar, menunggu jawaban darinya.
                “Ngg... Boleh aku meminjam tubuhmu sebentar?” tanya Minwoo.
Belum sempat Sungmin menjawab. Grep! Tangan Minwoo langsung menarik tubuh Sungmin hingga mereka berdekatan. Minwoo memeluknya erat. Sungmin yang kaget, hanya terdiam. Minwoo menyandarkan kepalanya di bahu Sungmin. Hal ini membuat jantung Sungmin berolahraga. Begitu juga yang dirasakan Minwoo.
                “Ijinkan begini saja. Hanya sebentar,” pinta Minwoo.
                “...” Sungmin masih terdiam.
                “Sungmin-ah... Aku... Aku...”
                “Wae? Ada apa?”
                “Sebenarnya, eum... Boleh ku minta bantuanmu?” ucap Minwoo yang semakin mempererat pelukannya.
               “Bantuan?” Sungmin baru saja mau melepaskan Minwoo dari tubuhnya, tapi sayang karena lengannya yang terluka, kekuatannya jadi menurun, akhirnya ia terpaksa membiarkannya.
                “Ku dengar kau pintar memecahkan suatu masalah.”
                “Itu hanya keberuntungan. Apa maumu?”
                “Bantu aku menyelidiki kematian appaku. Hanya kau yang aku percaya untuk membantuku.”
Sungmin menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap punggung Minwoo. Ia menghirup napas dalam. Firasatnya buruk saat ini.
                “Appamu? Kematian? Jadi appamu sudah... Ehm, bisa tolong kau melepaskanku? Aku bisa mati karenamu.”
                “Mianhae. Aku lupa. Ehm, kau sudah lihat berita di televisi? Aku ingin mencari tahu si pelaku,” ucap Minwoo dingin.
                “Ma... Maksudmu?” pancaran cahaya ketakutan dan kekagetan hampir terukir jelas di mata Sungmin.
                “Anni, lakukanla dengan tenang. Anggaplah ini hanya sandiwara seperti hari-harimu. Kau harus bersikap biasa saja, Sungmin-ah,” batin Sungmin menguatkan diri.
                “Aku yakin kau sudah tau maksudku. Sekarang aku meminta bantuanmu untuk menyelidikinya.”
                “Kau... Yakin?” Sungmin ragu tapi tetap menampakkan senyum miring khasnya.
                “Ne, kenapa tidak?” balas Minwoo mantap.
Sungmin nampak berpikir sebentar, kemudian dengan perlahan ia menganggukkan kepalanya. Minwoo langsung tersenyum sumringah.
                “Aku hanya akan membantumu jika aku masih memiliki energi. Aku tidak mau menggunakan cadangan energiku. Itu merepotkan,” ucap Sungmin.
                “Dia... Selalu saja begini. Bagaimana bisa ia membatasi penggunaan energinya? Aih, tapi ia selalu berhasil membuat jantungku seakan berhenti berdetak setiap menatapnya,” batin Minwoo.
                “Hey, waeyo?” Sungmin menatap lekat-lekat wajah tampan di hadapannya ini.
                “Kapan kita mulai?” tanya Minwoo kemudian.
                “Dua hari ini aku tidak bisa. Aku ada banyak urusan yang harus ku kerjakan. Kau selidiki dulu bukti yang ada di TKP. Jika kau sudah mendapatkan semuanya, beritahu aku,” jawab Sungmin.
Minwoo hanya manggut-manggut. Yang ada di dalam pikirannya sekarang hanyalah bagaimana caranya menangkap ‘si pelaku’. Minwoo belum menyadari bahwa yeoja di hadapannya sekarang sedang gelisah berat. Ia terus mencari beberapa ide bagus. Namun, tak ada cara yang bisa ia temukan.
                “Ini sudah larut. Pikachu pabo itu pasti akan mencariku jika aku pulang telat. Aku pulang. Annyeong,” Sungmin segera beranjak dan berjalan meninggalkan Minwoo.
Minwoo hanya menatap punggung yeoja itu sampai menghilang di balik koridor. Dalam hati, ingin rasanya ia menghampiri yeoja itu untuk pulang bersamanya. Tapi pikirannya sedang tak bisa diajak kompromi, pikirannya sedang kalut saat ini.
                “Bagaimana mungkin aku menyukai yeoja sepertinya? Seharusnya aku menyukai Yeonmi atau Yongkyo, atau yeoja populer lainnya. Tapi, sifat dingin, aneh, bahkan sifat berubah-ubahnya yang berhasil menggerakkan hatiku,” batin Minwoo.
***
                “Yongkyo-ah!” teriak Sungmin dari kejauhan.
Yongkyo menghentikan langkahnya dan mendapati Sungmin sudah berdiri di hadapannya dengan napas terengah-engah. Yongkyo seakan menyadari sesuatu, ia menatap Sungmin bingung.
                “K...Kau... Berlari? Wah... Wah ku pikir kau tidak bisa berlari,” ujar Yongkyo sarkastis.
                “Diam kau! Kau menghinaku, eoh?” Sungmin langsung menatap tajam ke arah Yongkyo.
                “Hehehe,” Yongkyo hanya nyengir kuda.
                “Sudahlah. Ada hal penting yang ingin ku bicarakan padamu. Ikut aku,” tatapan Sungmin berubah datar, ia berjalan melewati Yongkyo.
                “Ia mulai berubah lagi,” gumam Yongkyo, sambil terkekeh geli.
                “Kau berbicara apa? Apanya yang berubah?” tanya Sungmin tanpa berbalik untuk menatap Yongkyo.
                “Anni. Kau pasti salah dengar,” jawab Yongkyo.
                “Telinganya terbuat dari apa sih? Kenapa bisa mendengar suara sekecil ini?” batin Yongkyo.
Blam! Sungmin menutup pintu mobilnya keras setelah menarik Yongkyo masuk ke dalam. Yongkyo hampir mati jantungan atas perlakuan Sungmin barusan.
                “Hei... Hei... Kau ini? Lagi PMS yah?” gerutu Yongkyo.
                “Menteri Pertahanan bernama No Myung Soo itu ternyata appa Minwoo!” ucap Sungmin.
                “Lalu?” tanya Yongkyo watados.
                “Pabo! Minwoo berniat mencari pelakunya dan...”
                “Dan?”
                “Dia meminta bantuanku!”
                “Ikuti saja maunya. Lagipula tak ada bukti yang bisa menyeretmu. Kau bahkan tak menyentuh apapun dengan tanganmu. Kita melakukannya dengan bersih,” ucap Yongkyo dengan entengnya.
Pletak! Jitakan cukup keras itu mendarat mulus di dahi Yongkyo. Sungmin menatapya kesal. Ia kemudian menoyor kepala sahabatnya itu. Yongkyo mengusap dahinya yang memerah akibat jitakan Sungmin.
                “Ck! Kau mau aku tertangkap, eoh? Anni, maksudku kita? Hm? Kau ingin memberikan nyawamu cuma-cuma, hm? Walaupun aku tak menyentuh apapun dan kita melakukannya dengan bersih, apa kau sadar? Bagaimana jika di antara pegawai di kantor itu ada yang mengenali wajahku? Minwoo pasti akan menanyakan rekaman terjadinya peristiwa itu,” omel Sungmin.
                “Aish, kau pikir dia secerdas itu? Ia jarang berpikir panjang sepertimu. Sudah, awal ini, kau jalani saja seperti maunya. Aku akan membantumu. Tenanglah. Jika kau ingin berbicara lagi, tahan dulu sampai besok. Aku sudah mengantuk. Hoaamm..”
                “Hm, terserah kau saja. Jika terjadi sesuatu padaku. Aku juga akan menyeretmu,” ancam Sungmin.
                “Arra. Arra. Eh, mobil ini milikmu atau milik Pikachu sunbae itu?” tanya Yongkyo tiba-tiba.
                “Jika mobil ini miliknya, pasti mobil ini sudah di cat warna biru dan ornamen dalamnya akan terlihat kekanakan,” jawab Sungmin ketus.
                “Sudah ku duga. Pikachu sunbae tidak mungkin terobsesi dengan ini kan? Yak! Sungmin-ah... Memangnya kau tak memiliki warna lain selain hitam, merah, dan putih?” ucap Yongkyo sambil memainkan bola salju mainan itu.
                “Yak! Kembalikan!” Sungmin langsung merebut bola salju mainan dari tangan Yongkyo.
                “Park Yoon Soo? Kau masih menyimpannya?” Yongkyo menatap Sungmin dengan pandangan tak percaya.
                “Aku tak mau mengungkitnya ulang,” ucap Sungmin yang langsung memasang seatbelt ke tubuhnya.
Sungmin mengemudikan mobil itu dengan kecepatan di atas 180km/jam. Meliuk-liuk di jalanan kota Seoul yang masih sedikit ramai, membelah keramaian kota ini. Yongkyo semakin mengeratkan genggamannya di seatbelt yang ia kenakan. Beginilah Sungmin ketika mendengar nama Park Yoon Soo disebut.

Mobil Sungmin melaju kencang


***
Yeonmi memasukkan mobil Ferari limited edition berwarna hitam itu ke garasi dan berjalan memasuki rumah. Rumah bergaya klasik-modern itu terlihat sangat menawan. Yeonmi berhenti sejenak di depan pintu, menajamkan pendengarannya. Ternyata benar. Kedua orangtua Yeonmi kembali bertengkar hebat di ruang tamu. Hampir setiap hari ia mendengarnya. Membosankan. Braak! Yeonmi membuka pintu rumah yang ada di hadapannya dengan sedikit kasar. Kedua orangtuanya serempak langsung menoleh melihat siapa yang telah merusak acara pertengkaran mereka. Yeonmi berjalan santai melewati dua orang paruh baya itu.

Ini mobil Yeonmi


                “Yeonnie-ah...”
Yeonmi menoleh dengan tatapan yang begitu sulit diartikan. Antara tatapan marah, sedih, bingung. Semuanya bercampur menjadi satu.
                “Kau mau ikut eomma atau appa?”
                “...” alis Yeonmi berkerut mendengar pertanyaan itu.
                “Aku tidak mau ikut siapa-siapa,” jawabnya kemudian, ia menunduk menahan tangisnya agar tak keluar.
Ceklek! Brak! Bruk!
Yeonmi membanting pintu kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ia sudah tak tahan lagi untuk membendung air matanya. Tangisannya meledak. Ia merapatkan kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya di antara keduanya.
                “Bogoshippoyo... Oppa,” gumam Yeonmi di sela-sela tangisannya.
Ia tahu, oppanya pasti akan mendengar gumamannya itu. Di sudut kamar Yeonmi, Jung Yong Hwa, oppa Yeonmi menatapnya penuh kesedihan. Oppa Yeonmi meninggal ketika terjadi Agresi Militer tahun 2001 silam. Agresi militer yang telah merenggut puluhan nyawa manusia tak bersalah. Appa Sungmin, appa Yongkyo, dan oppa Yeonmi hanya beberapa saja. Kenapa oppa Yeonmi juga kena? Saat agresi militer itu terjadi, tanpa sepengetahuan siapapun appa Yeonmi hampir saja berkomplot dengan No Myung Soo. Oppa Yeonmi yang tak mau menerima itu, dia langsung berjuang menuntut keadilan. Tapi yang terjadi, sebutan ‘pembunuh’ pun masih terlalu lembut untuk mereka.
Yeonmi menangis dalam diam. Eomma dan appa Yeonmi berubah drastis ketika mengetahui kenyataan bahwa anaknya, Jung Yong Hwa meninggal. Yeonmi lebih frustasi lagi, karena hanya oppanya lah yang mengerti tentang Yeonmi.
***
Sungmin baru saja melemparkan kunci mobilnya ke meja nakas di samping ranjangnya. Ia terduduk di samping ranjang king sizenya. Matanya menatap bola salju mainan yang di dalamnya ada rumah kecil yang terlihat begitu manis. Air matanya menetes, ketika melihat namanya dan nama Park Yoon Soo muncul di balik butiran-butiran salju di dalam bola salju mainan itu.
Ya, Park Yoon Soo. Seseorang yang telah berhasil membuat Sungmin menyesali perbuatannya. Ia baru sadar akan perasaannya, seminggu setelah namja itu benar-benar pergi dari hidupnya untuk selamanya dan tak akan mungkin kembali. Namja itu, ia begitu perhatian pada Sungmin. Ia yang membuatnya bangun dari kesedihan setelah kematian kedua orangtuanya.
                “Minnie-ah... Omona! Apa yang kau lakukan di bawah situ?” Kwangmin langsung berjongkok di hadapan dongsaengnya.
Sungmin tak menggubris ucapan Kwangmin barusan. Matanya masih tetap terarah pada bola salju mainan itu. Kwangmin langsung mengikuti ekor mata Sungmin. Tiba-tiba jemari Kwangmin membersihkan air mata yang membasahi kedua pipi dongsaengnya.
                “Minnie-ah, lupakan dia. Dia sudah tenang di sana. Dia akan kecewa jika melihatmu menangis seperti ini,” hibur Kwangmin.
                “Apa pantas aku bahagia melihatnya seperti itu?”
                “Dia hanya ingin kau bahagia. Sudahlah. Kajja, aku sudah membuatkanmu makan malam,” Kwangmin membangkitkan tubuh Sungmin yang tadi terduduk.
***
                “Sungmin-ah!” panggil seseorang.
                “Wae?” Sungmin menatap si pemanggil dengan tatapan sayunya.
                “Kau.. Kau habis menangis?” tanya Minwoo.
                “Jangan mengalihkan pembicaraan,” ucap Sungmin ketus.
                “Ah, arraseo. Aku.. Aku sudah menemukan sidik jari si pelaku!”
Deg! Nafas Sungmin langsung tercekat. Rasanya seluruh aliran darah di dalam tubuhnya berhenti ketika mendengar ucapan Minwoo barusan. Bagaimana mungkin?
                “Sidik jari?”
Sungmin terbelalak kaget mendengar berita itu. Minwoo hanya mengangguk mantap atas pernyataannya.
                “Sidik jari? Bagaimana mungkin? Aku melakukannya dengan bersih kemarin,” batin Sungmin bingung.
                “Yak! Kau kenapa melamun?!” sentak Minwoo.
                “Ah... Eh.. Sidik jari? Jinjja? Bukankah tak ada bukti?”
                “Darimana kau tau kalau tidak ada bukti?” Minwoo menatap Sungmin curiga.
                “Sial! Matilah aku! Bagaimana bisa ucapanku seceroboh ini?!” batin Sungmin, merutuki dirinya sendiri.
                “Hanya pikiranku saja. Melihat tindakan si pelaku yang terkesan bersih itu. Para polisi saja masih kebingungan. Tapi dengan mudahnya, kau malah bisa menemukan bukti. Aku kagum padamu,” Sungmin tersenyum manis ke arah Minwoo, ia tidak ingin Minwoo tau apa yang terjadi sebenarnya.
Minwoo menyipitkan matanya mendengar alibi Sungmin. Ia memang sedikit curiga dengan perkataan Sungmin barusan. Mata Minwoo langsung mengunci bola mata Sungmin yang berbinar itu. Ia ingin mencari kebohongan di dalam sana. Tapi sayang, tidak ia temukan kebohongan itu dari matanya. Datar. Ia tak menyembunyikan sesuatu.
                “Matanya tidak menyiratkan apapun. Datar. Ia tampak jujur dengan ucapannya. Ia seperti tak berbohong. Ia bahkan tidak tampak seperti tersudutkan dan ketakutan. Tapi kenapa aku ragu? Apa benar dia pelakunya? Anni, 5%! Keyakinanku hanya 5%! Ah, anni, anni. Bahkan kurang dari 5%. Ish! Dia benar-benar sulit,” batin Minwoo.
                “Ya~~~ Kau melamun, eoh?” tanya Sungmin tepat di depan wajah Minwoo.
                “Eh!” Minwoo segera tersadar dari lamunannya.
Mata Minwoo langsung terbelalak kaget ketika menyadari wajah Sungmin sudah berada di hadapannya. Bisa dipastikan wajah namja itu sudah semerah tomat sekarang. Sungmin semakin mendekat ke arah Minwoo, hingga jarak yang tersisa hanya... GOD! Hanya 1cm saja! Sungmin senang menatap wajah Minwoo yang semakin lama semakin memerah itu. Deru nafas Sungmin berhasil membuat Minwoo bergidik. Hingga hidung mereka berdua saling menempel. Minwoo semakin terlihat salah tingkah dibuatnya.

To Be Continued...

Gimanakah readerdeul? Silahkan berkomentar ria tentang FF ini, kkk~. Gomawo udah mau baca FF ini ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar