“BLACKOUT”
Title:
BLACKOUT
Author:
*Wulan Sari
*Junesito Widyo Pramesti
*Ika Silviany
Genre:
Action, Romance, Sad, School Life, etc
Cast:
*Jo Sung Min (Wulan Author)
*Jo Kwang Min (BOYFRIEND)
*Jung Yeon Mi (Junes Author)
*Oh Se Hoon (EXO)
*Kim Jong In (EXO)
*No Min Woo (BOYFRIEND)
*Jung Yong Kyo (Ika Author)
*Gong Chan Shik (B1A4)
*Park Tae Rin (OC)
*Han Jae Man (OC)
*No Myung Soo (OC)
Length:
Chaptered
Rating:
T
Disclaimer:
FF ini dibuat asli oleh para author yang kece ini. FF ini dibuat berdasarkan
khayalan para author yang rada gaje ini. Para personil boyband yang ada di FF
ini juga tidak dibayar sedikit pun (?)
Copyright:
Dilarang plagiat or share ulang, karena melanggar UU RI No. 19 tahun 2002
TENTANG HAK CIPTA dan Pasal 72 KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN
The
story is begin...
****************************************************************
#FLASHBACK POV#
Deru pistol tak bisa dihindari lagi. Dor! Suara itu, suara yang
begitu menyiksa bagi seorang yeoja cilik yang sedang berdiri di ujung pintu
bersama seseorang yang sudah bisa ditebak pasti ia adalah eommanya.
“Appa...” tangisan itu mulai terdengar
dari seorang namja yang memegangi tangan appanya itu.
“Kenapa kalian membunuh appaku?!
Appaku tidak bersalah!” teriak yeoja cilik itu.
Semuanya hanya diam, tak ada yang berbicara. Eommanya hanya bisa
menutup mulutnya menahan sakit dalam pusat tubuhnya, ya, hati, hatinya sungguh
sakit saat ini. Bagaimana tidak? Itulah rasanya saat kehilangan orang yang
dicintai.
#FLASHBACK POV END#
Seorang yeoja berambut sebahu itu sedang berdiri di hadapan
gundukan tanah yang sudah ditumbuhi rumput lebat itu. Jo Sung Min, ya, itulah
nama yeoja itu. Buliran bening itu mulai membasahi pelupuk matanya seiring
dengan jatuhnya ia diatas gundukan tanah itu.
“Sudah 12 tahun appa. Sudah sangat
lama kau meninggalkan kami. Bahkan eomma juga sudah menyusulmu ke sana kan?
Appa, kau ingatkan? Kau dulu pernah mengatakan bahwa kebenaran pasti akan
muncul. Aku akan menemukannya! Menemukan cip rahasia Agresi Militer 13 tahun
lalu. Aku akan menemukan satu orang yang kematiannya telah appa gantikan.
Percayalah padaku appa. Sarangaheyo..” ucapnya sambil memeluk makam appanya
itu.
***
Ceklek! Suara derit pintu terdengar. Seorang namja yang tampak
lebih tua dari Sungmin berjalan menghampirinya. Namja itu langsung memegangi
kedua bahu Sungmin dan menatapnya dalam.
“Ada apa dengan matamu? Kau habis menangis
eoh?” tanya namja itu.
“Pikachu
pabbo! Jauhkan tanganmu itu,” ucap Sungmin sambil mendorong namja yang berdiri
dihadapannya itu.
“Yak! Jo Sung Min! Berhentilah
memanggilku seperti itu. Kau seharusnya memanggilku Kwang Min oppa,” gerutunya
kesal.
“Terserah kau saja!” Sungmin berjalan
melewatinya.
“Yak! Kau belum menjawab pertanyaanku!”
namja itu mulai merengek lagi.
“Begitu kasihannya aku memiliki
seorang oppa yang begitu pabbo. Harusnya kau yang menjawab pertanyaanku. Yak!
Kenapa kau tak pergi ke makam appa?! Hari ini adalah hari peringatan
kematiannya!” Sungmin langsung menatap tajam oppanya itu.
“Aku... Aku hanya...” Kwangmin terdiam
cukup lama.
“Hanya apa, hah!?”
“Minnie-ah, kau tau? Aku sudah tak
ingin kembali pada luka itu,” Kwangmin menundukkan kepalanya.
“Aku tak pernah memintamu kembali
padaa luka itu. Setidaknya jenguklah appa. Kau bahkan tak pernah mencoba untuk
memecahkan kasus appa.”
“Minnie-ah.. Aku tak bisa. Peristiwa
yang appa alami itu hanya takdir yang harus appa jalani.”
“Kalau begitu, aku yang akan
memecahkan kasus itu sendiri. Dan.. Jangan pernah mencoba untuk
menghentikanku!!”
***
Sungmin masih mentap lekat layar laptopnya. Tangannya sibuk mengetikkan kode-kode aneh. Accessing Data. Success. Processing Data. Ketiga kalimat itulah yang tertera di layar laptopnya.
Sungmin masih mentap lekat layar laptopnya. Tangannya sibuk mengetikkan kode-kode aneh. Accessing Data. Success. Processing Data. Ketiga kalimat itulah yang tertera di layar laptopnya.
“Berhasil!” Sungmin menampilkan smirk
khasnya setelah ia berhasil menghack data dari kantor Kepolisian Nasional Korea
Selatan tanpa jejak.
Mata hazzel yeoja itu tak teralihkan sama sekali. Daftar tersangka
Agresi Militer 2001. Sungmin tak tinggal diam, ia langsung mengeprint data itu.
“Diantara 6 orang ini, pasti satu
diantaranya adalah tersangka sesungguhnya,” batin Sungmin sambil menatap foto
ke-6 orang yang ada pada data itu.
***
Blam! Bola basket itu sudah masuk ke ring. Dung! Dung! Dung! Suara dentuman antara bola dan lantai lapangan basket terdengar begitu keras. Dengan sedikit gaya.. YEAH! Jump Shoot! Blam! Bola basket itu kembali masuk ke ring.
“Sungmin-ah!” panggil seseorang.
Sungmin menatapnya sekilas. Matanya kembali pada ring
dihadapannya. Merasa diabaikan, yeoja itu langsung mendekatinya dan merebut
bola itu. Dengan sedikit gaya. Blam! Bola basket itu dengan pasrah masuk ke
ring.
“YAK!” teriak Sungmin.
Sungmin menatap tajam yeoja dihadapannya. Jung Yeon Mi, itulah
nama yeoja yang menurut Sungmin saat ini begitu menyebalkan. Yang ditatap malah
menampilkan puppy eyes khasnya.
“Apa yang kau mau?” Sungmin sudah tau
apa arti puppy eyes itu.
“Temani aku ke cafe. Ya? Ya? Ya?” pinta
Yeonmi.
“Sirheo,” balas Sungmin singkat.
“Yak! Aku akan berisik jika kau tak
mau menemaniku,” ancam Yeonmi.
Yeonmi tau bahwa Sungmin benar-benar tak suka dengan yang namanya
BERISIK saat konsentrasi. Ya, biasanya di saat seperti ini Yeonmi akan
mengeluarkan jurus andalannya yaitu berisik di hadapan yeoja itu.
“Kau bisa pergi bersama Yongkyo!”
“Yongkyo masih bermain dengan piano
kesayangannya di ruang musik. Ayolah, Minnie Mouse,” rengek Yeonmi.
“Kau ingin mati sekarang Jung Yeon
Mi-ssi!?” Sungmin menatap tajam ke arah Yeonmi seakan ingin membunuhnya saat
ini juga.
“Mianhae, aku tak kan memanggilmu
Minnie Mouse lagi jika kau mau menemaniku!”
Sungmin mengedarkan pandangannya sejenak dan langsung berlari ke
arah seseorang. Yeonmi menatapnya kesal. Pasti ia ingin kabur. Itulah yang ada
dalam benak Yeonmi. Tak lama kemudian, Sungmin kembali bersama seorang namja,
sunbae mereka.
“Sehun-ah, temani yeoja bawel ini ya.
Jaga dia dengan baik. Gomawo!” ucap Sungmin kilat dengan watados.
“Ah.. Ne.. Ne..” ucap Sehun gugup saat
menatap Yeonmi.
“Yak! Dia lebih tua darimu, kenapa kau
tak memangginya oppa? Dan bagaimana bisa kau mengenalnya?” bisik Yeonmi
menyenggol lengan Sungmin.
“Rahasia. Aku pergi. Pai.
Annyeong,” Sungmin tersenyum lebar.
“Yak! Minnie Mouse. Kembali kau!!” seru
Yeonmi.
Sungmin sudah menghilang di antara kerumunan murid. Yeonmi
mendengus kesal. Kemudian menatap Sehun yang ada disampingnya. Hening. Suasana
ini berlangsung hingga terdengar suara deheman dari namja bernama Sehun itu.
“Ehem! Oh Sehun imnida,” Sehun
memperkenalkan dirinya sendiri.
“Jung Yeonmi imnida,” balas Yeonmi
dengan senyum manisnya yang mungkin bisa membuat para semut mendekat karena
saking manisnya.
“Katanya kau mau jalan-jalan? Kajja!”
ucap Sehun sambil menarik tangan Yeonmi.
“Tunggu dulu. Mau naik apa?” Yeonmi
menghentikan langkahnya.
“Naik... naik bis saja ne? Mobilku
sedang dibengkel,” ucap Sehun polos dengan wajah datar yang terlihat PABBO!
“Ah.. Anni, anni. Aku bawa mobil. Naik
mobilku saja,” ujar Yeonmi.
Tanpa sadar, kini Yeonmi-lah yang menggenggam tangan
Sehun. Posisi itu membuat mereka berdua terlihat seperti sedang.. berpacaran?
Yeonmi masih belum sadar ketika jemarinya bertautan dengan jemari Sehun. Sehun
tersenyum menyadari hal itu. Mereka berdua sudah berdiri di depan mobil sport limited edition berwarna hitam keluaran terbaru milik Yeonmi.
“Kau yang menyetir, ne?” ujar Yeonmi.
“Ngg.. Ne! Ehm.. tanganmu..” ucap
Sehun terputus.
“Ah! Mianhae! Kajja,” sahut Yeonmi
yang langsung melepaskan genggamannya.
“Pabbo namja! Seharusnya aku tak
mengatakannya. Sungmin benar, aku memang makhluk yang sangat pabbo!” batin
Sehun sembari menjitak kepalanya sendiri.
“Eh? Kenapa kau menjitak kepalamu
sendiri eoh?” tanya Yeonmi heran
“Ah, eh. Ehm, gwenchana,” jawab Sehun
kaku.
“Really?” tanya Yeonmi lagi.
“Ne, nan gwenchanayo. Sekarang kita
mau kemana?” ujar Sehun sembari menyalakan mesin mobil.
“Ehmm.. cafe” ucap Yeonmi singkat
“Ne! Kajja!”
Brum! Sehun melajukan mobil Yeonmi dengan kecepatan standar. Suasana
canggung kembali menyergap keduanya. Tak ada yang berniat memulai pembicaraan.
Keringat dingin membasahi pelipis mereka, sebagian meluncur bebas, sebagian
membasahi rambut mereka. Wajah Yeonmi memanas. Salto, eh Salting.
“Kenapa perasaanku jadi seperti ini?
MINNIE MOUSE!!! Kau harus bertanggung jawab!!” batin Yeonmi kesal setengah
hidup -_-!
“Jantungku seperti mau keluar!
Perasaan macam apa ini!? MINNIE MOUSE!! Jeongmal gomawoyo!!” batin Sehun senang
setengah mati.
***
Sungmin nampak asyik berbincang dengan seorang namja. Kim
Jong In atau akrab dipanggil Kai itu nampak sedang tertawa-tawa dengannya.
Tatapan tajam meluncur dari seorang namja yang sedang berdiri di balik pintu
yang tak jauh dari tempat Sungmin dan Kai mengobrol. Grep! Namja itu langsung
menarik tangan Sungmin dan menjauh dari Kai. Sungmin terpaksa mengikuti langkah
panjang itu. Kai hanya menatapnya bingung sampai punggung kedua orang itu
menghilang dari pandangannya.
“Yak!
Tikus bawah tanah pabo! Kenapa kau menarikku, hah?! Kau tahu hal yang bernama
sakit tidak?!” sembur Sungmin setelah namja itu melepas genggaman tangannya.
“Kau bilang kau menyukaiku kan
kemarin? Kenapa kau terlihat mesra sekali dengannya?!” namja yang akrab disapa
Minwoo itu menatapnya dengan tampang marah bercampur kesal.
“Memangnya
kenapa?” Sungmin menatapnya dingin.
Minwoo hanya diam. Ia menyadari sesuatu. Ne, Sungmin bukan
kekasihnya, ia tak berhak mengaturnya dan melarangnya akan bermesraan dengan
siapa. Sungmin tersenyum kecil. Ia nampaknya juga menyadari sesuatu. Minwoo
cemburu padanya. Otak jahilnya mulai bekerja. Grep! Sungmin mendorong Minwoo
dan memojokkannya. Wajah tampan Minwoo langsung menegang diperlakukan seperti
itu oleh Sungmin. Sungmin menyandarkan satu tangannya di samping kepala Minwoo,
menguncinya agar tak bisa lari kemanapun.
“Kau
cemburu padaku?” tangan Sungmin yang lain memainkan ujung dasi Minwoo.
“Anni,”
wajah Minwoo sudah semerah tomat saat ini.
“Jinjja?
Kalau begitu bagaimana dengan ini...” Sungmin mulai mendekatkan wajahnya ke
wajah Minwoo.
Hembusan nafas Sungmin begitu terasa di wajah Minwoo. Wajah
Minwoo terlihat semakin menegang dan memerah. Namja itu langsung menahan
nafasnya. Jarak bibir mereka hanya tersisa 2cm, membuat Minwoo hampir sesak
nafas dibuatnya. Sungmin memang tak berniat untuk mencium Minwoo, ia hanya
ingin mempermainkannya saja. Drrrttt... Drttt...
“Sial!
Aku tak bisa menjahilinya lebih lama lagi,” batin Sungmin sambil merogoh ponsel
di saku blazzernya.
Park Tae Rin. Nama
itulah yang muncul di layar ponselnya. Sungmin terdiam sebentar, kemudian
menampilkan senyum khasnya sekilas. Ia langsung pergi meninggalkan Minwoo yang
masih mengatur nafas akibat ulahnya barusan.
“Dia
benar-benar hampir membuatku mati berdiri ataupun gila setiap hari,” ucap
Minwoo sambil membenarkan letak dasinya.
***
Pip...
“Yeoboseyo...
Mwo?! Ye? V-Ka Bar? Arra... Arra... Gomawo... Aish... Jinjjayo? Ah ne... Aku
akan segera ke sana.”
Sungmin langsung berlari menuju ke suatu tempat. Ruang
musik, itulah tempat tujuannya. Sesampainya di ruangan itu Sungmin menatap
Yongkyo yang sedang bermain piano dan di sampingnya berdiri seorang namja
tampan yang ikut bernyanyi dengannya. Gong Chan Shik, ya, dia adalah Gongchan.
Salah satu sunbae yang paling akrab dengan Yongkyo. Ide iseng yeoja bernama
Sungmin itu kembali muncul. Entah kenapa, ide iseng selalu muncul dalam
otaknya. Ia langsung membuka aplikasi MP3 Player di ponselnya dan menyetelnya dengan
volume yang full hingga membuat Yongkyo dan Gongchan menghentikan nyanyiannya.
“Minnie
Mouse! Aku tau itu kau! Keluarlah! Atau aku akan menguburmu hidup-hidup!”
teriak Yongkyo.
“Hehehehehe,”
Sungmin hanya tertawa-tawa setelah keluar dari tempat persembunyiannya.
Yongkyo menatap Sungmin kesal. Ia hampir saja melempar piano
yang ada di hadapannya jika tak ada Gongchan di sampingnya. Sungguh, Sungmin
menghancurkan rencananya saat ini. Rencana apa lagi selain mempermainkan
Gongchan.
“Gongchan-ah,
aku pinjam Yongkyo dulu ya... Pai,” Sungmin langsung menarik Yongkyo keluar
dari ruangan itu.
Sungmin berlari sambil menarik Yongkyo menuju ke parkiran.
Ia menghentikan langkahnya di depan sebuah motor balap yang terlihat begitu
keren. Bodi depannya besar kemudian meramping ke bagian belakang. Itu motor
limited edition yang tak semua orang bisa membelinya. Yongkyo mendelik sebal.
“Wae?” ucap Sungmin sambil memakai helmnya dan
melemparkan helm yang lain ke arah Yongkyo.
“Kau
menggangguku! Kau tidak lihat aku sedang memainkannya?!” Yongkyo langsung
memakai helm yang tadi Sungmin lemparkan.
“Kau
pikir aku juga tidak terganggu eoh? Aku juga terganggu sepertimu saat
memainkannya,” Sungmin menatap Yongkyo dengan tatapan sinisnya.
“Sudahlah,
aku tak ingin membahasnya. Lalu apa tujuanmu hari ini?”
“V-Ka
Bar! Yeoja yadong itu sudah menemukan seseorang yang bisa dipercaya.”
“Park
Tae Rin maksudmu?”
“Ne.”
“Neo
micheoseoyo! Kau ingin kita mati di tengah jalan hah?!”
“Mwo?!” Sungmin mengerutkan
keningnya.
“Kita
akan ke Club kan? Dan tidak mungkin jika kau tidak minum.”
“Kau
pikir aku sebodoh itu eoh? Aku sendiri pun belum pernah minum walau aku sering
ke bar. Arraseo? Kajja naiklah.”
Yongkyo hanya bisa nyengir kuda. Ya, Yongkyo tahu Sungmin
suka keluar masuk bar manapun entah untuk apa. Tapi biasanya setelah keluar
dari bar, ia tak tampak mabuk. Ia terlihat seperti biasa. Bruk! Dengan sedikit
gaya yang cukup berlebihan karena dia terlalu hyperaktif, ia sudah duduk di
belakang Sungmin dan hampir mengolengkan motor itu. Untung saja kaki Sungmin
kuat untuk menahan motor ini agar tidak jatuh. Sungmin menatap kesal Yongkyo
dibalik helm berwarna hitamnya. Sungmin langsung menjalankan motornya dengan
kecepatan tinggi. Yongkyo otomotis langsung menarik blazzer Sungmin.
Ini motor Sungmin
Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit bagi mereka untuk
sampai di V-Ka Bar. Mereka berdua langsung turun dari motor itu dan mulai
memasuki V-Ka Bar yang sudah terlihat ramai itu. Mata Sungmin tertuju pada
yeoja cantik yang sedang berdiri di samping meja bartender. Yeoja berbalut gaun
malam yang terlihat errr... sexy itu mengulum senyumnya. Yongkyo masih terkagum
dengan suasana bar yang keren, bar yang dibuat dengan arsitektur Eropa itu
semakin membuatnya melebarkan mulutnya. Tanpa aba-aba, Sungmin langsung menarik tangan
Yongkyo dan berjalan ke tempat yeoja yang berdiri di samping meja bartender
itu.
“Siapa
yang kau temukan?” ucap Sungmin tanpa berbasa-basi.
“Han
Jae Man, ia tahu apapun tentang No Myung Soo,” jawaban yeoja yang tak lain
bernama Taerin itu membuat Sungmin tersenyum.
“Dimana
dia?”
“Dia
sedang menari di sana. Kau butuh sesuatu untuk membuatnya bicara,” tatapan
Taerin seakan menunjukkan sesuatu.
“Arra.
Aku ke ruang ganti dulu. Yongkyo-ah, kau di sini saja bersama Taerin. Kali ini
aku akan melakukannya sendiri.”
Sungmin sudah mengganti seragam sekolahnya dengan gaun malam
yang begitu minim. Gaun itu mengekspos punggung mulusnya. Ia berjalan dengan
santai menuju ke tengah bar. Yeoja itu mulai meliukkan tubuhnya, memamerkan
paha putih mulusnya. Tatapan mengerikan dari para namja di sekitarnya
membuatnya sedikit risih. Dengan berani, Sungmin semakin menari dengan errrr...
sexy. Seorang namja tampan ikut menari di sampingnya. Membuat suasana di
sekitar mereka terasa panas.
Kini Sungmin sudah duduk di samping Jaeman, orang yang akan
memberitahunya salah satu bukti untuk mencari pembunuh appanya. Sungmin menatap
namja yang masih setengah sadar itu. Namja itu sepertinya sedang mabuk berat.
“Kau
akan masuk ke dalam perangkapku Han Jae Man-ssi,” batin Sungmin.
Sudah hampir setengah jam Sungmin menginterogasi namja itu.
Yeoja itu tersenyum puas saat mendengar ucapan terakhir dari Jaeman. Sebelum
pergi, Sungmin sempat memberikan suatu obat untuk Jaeman agar tak bisa
mengingatnya.
“Gomawo
Taerin-ah, kerjamu cukup bagus walaupun terlalu beresiko,” cibir Sungmin.
“Yak!
Berhentilah meledekku!” omel Taerin.
“Arraseo.
Ku rasa aku akan membutuhkanmu lagi. Uangnya akan aku transfer nanti. Kajja
Yongkyo-ah,” Sungmin langsung menyambar tasnya.
“Aku
tidak membutuhkan uangmu Sungmin-ah. Aku melakukannya bukan karena uang tapi
karena kita sahabat. Dan juga aku ingin berhutang budi padamu yang telah
membantu usahaku.”
“Gomawo,
Taerin-ah. Aku berhutang padamu,” Sungmin tersenyum sekilas pada Taerin sebelum
menarik kembali tangan Yongkyo untuk kembali.
“Ehm,
Minnie-ah, kau ingin pulang dengan gaun malam itu?” tanya Yongkyo.
“Biarlah.
Aku tak ingin Pikachu pabo itu menceramahiku jika pulang telat,” ucap Sungmin
santai.
***
Yongkyo masih menatap laptop milik Sungmin. Sungmin sendiri,
entahlah, ia pasti sedang bertengkar kecil dengan oppanya. Yongkyo mengalihkan
pandangannya pada foto yang ada di samping laptop itu. Foto masa kecil Sungmin
dan Kwangmin bersama kedua orangtuanya.
“Aku
masih beruntung darinya. Eommaku masih
hidup bersamaku, walaupun sejak kejadian tragis itu kami sama-sama kehilangan
sosok appa,” gumam Yongkyo, tangannya meraba lembut permukaan bingkai foto itu.
Di sisi lain, keributan terjadi antara Sungmin dan Kwangmin.
Ne, Kwangmin memang sedikit tidak menyukai perubahan sikap dongsaengnya
akhir-akhir ini. Yeoja itu, bagi Kwangmin adalah hidupnya. Hanya dia yang ia
miliki saat ini setelah kedua orangtuanya meninggal. Itulah mengapa Kwangmin
tak pernah mengungkit masa lalu itu demi Sungmin. Tapi sayang, Sungmin masih
tidak bisa menerimanya. Ia bahkan rela menyerahkan nyawanya hanya demi
kebenaran itu terungkap. Ia tidak ingin nama appanya tercoreng dengan kesalahan
yang tak pernah dilakukan atau bahkan dimengerti. Ia ingin semua berjalan
seperti seharusnya.
“Apa
yang kau lakukan di bar itu hah?! Sudah berapa kali aku melarangmu pergi?!”
bentak Kwangmin.
“Sudah
ku bilang jangan urusi aku dan jangan pernah mencoba untuk menghentikanku!”
balas Sungmin.
“Jawab
aku Minnie! Kau bermain dengan namja di sana?! Atau kau melakukan sesuatu
dengan namja di sana?! Yeoja macam apa kau ini?!” bentakan Kwangmin terdengar
begitu menyakitkan bagi Sungmin.
Plak! Telapak tangan Sungmin sudah mendarat mulus di pipi
kanan Kwangmin. Namja itu hanya terdiam, mengingat kembali apa yang telah
diucapkannya barusan. Mata Sungmin memerah, menahan air mata yang mungkin akan
jatuh sebentar lagi.
“Aku
akan melakukan apapun demi appa! Tak peduli dengan nyawaku sendiri! Dan jangan
samakan aku dengan yeoja jalang ataupun yeoja murahan yang ada dalam pikiranmu
saat ini! Aku bukan manusia tak berharga sepertimu!” Sungmin berlari ke
kamarnya.
Blam! Yeoja itu membanting keras pintu kamarnya sendiri
hingga membuat Yongkyo tersadar dari lamunannya. Mata Kwangmin menatap terus
pintu kamar Sungmin yang sudah tertutup rapat itu. Tubuh Sungmin merosot ke
lantai. Ia menundukkan kepalanya di sela-sela kedua kakinya. Ia menangis.
Yongkyo menatapnya prihatin. Yeoja itu langsung duduk mendekat ke arahnya dan
memeluknya lembut.
“Sungmin-ah,
wae geurae? Uljima,” Yongkyo mengusap pelan punggung sahabatnya itu.
***
“No
Myung Soo, ia adalah seorang Menteri Pertahanan. Ia dulu rekan appa kita. Ia
memang bukan orang yang kita cari, tapi ia salah satu orang yang berpengaruh
saat penembakan appamu dan appaku. Ia memiliki dokumen yang bisa menyeretnya
masuk ke penjara karena ia telah melakukan penyelundupan alat perang ke luar
negeri. Selain itu, ia memiliki bukti untuk menemukan orang yang kita cari,”
jelas Sungmin panjang lebar sambil menyetir mobilnya.
“Lalu, apa
tugasku?” Yongkyo langsung menatap ke arah Sungmin yang masih sibuk menatap
jalanan di hadapannya.
“Pakailah
semua penyamaranmu dan kacaukan acara yang ada di kantornya. Aku akan menyusup
untuk mengambil semua dokumen itu. Arraseo?”
“Arra.”
Yongkyo keluar dari mobil Sungmin. Ia menyamar sebagai salah
satu anggota rapat itu. Tangannya memegang sesuatu. Disket. Ne, disket yang
berisi film kartun itu akan mengacaukan rapat berharga bagi No Myung Soo.
Yongkyo menghentikan langkahnya sebentar.
“Sedikit
sentuhan, dan kekacauan akan terjadi,” Yongkyo tersenyum simpul sambil menatap
disket di tangannya, ia melanjutkan langkahnya lagi.
Sungmin langsung memakai rambut palsunya, maskernya, soft
lensnya, dan jaketnya. Tangan kirinya menyelipkan sesuatu di balik jaket
hitamnya. Ia terlihat seperti namja saat ini. Itu berarti penyamarannya sukses.
***
Yongkyo melangkahkan kakinya menuju ke ruang pengendali.
Masih banyak kru yang sedang mempersiapkan rapat ini. Tangan Yongkyo meraih
disket yang tergeletak di meja itu dan menggantinya dengan disket miliknya.
Jejak tangannya tak akan terlihat karena ia menggunakan sarung tangan saat
memegangnya. Tugasnya telah selesai. Ia kembali ke ruangan rapat, melihat apa
yang akan terjadi selanjutnya.
Sungmin akan memanjat gedung itu. Untungnya ada sedikit
celah untuk menembus keamanan yang ada. Setelah masuk, yeoja itu langsung
mencari ruangan No Myung Soo. Beruntung, detektor itu masih bisa bekerja dengan
baik, tidak seperti biasanya yang suka mati mendadak. Bugh! Bugh! Bugh! Ia berhasil
membuat para penjaga itu jatuh terkapar hingga pingsan.
“Ternyata
semudah ini untuk menyusup ke ruangan Menteri Pertahanan. Pengamanan yang
benar-benar buruk. Ku rasa mereka butuh orang-orang yang sedikit lebih cerdas
sepertiku,” ucap Sungmin sambil memasuki ruangan itu.
Tangannya terus membongkar isi lemari di hadapannya. Mencari
sebuah kotak yang cukup besar dan biasa disebut sebagai brankas. Sepertinya ia
tidak menemukannya di lemari. Ia langsung menuju ke meja kerja yang ada di
ruangan itu. Tangannya terus merogoh laci itu. Ketemu! Tangan Sungmin langsung
memutar penutupnya sesuai serial number yang semalam diberikan oleh Jaeman.
Ceklek! Terbuka!
“Wah,
ternyata benar. Semua dokumennya sangat lengkap. Ini semakin menarik,” gumam
Sungmin sambil tangannya terus membolak-balik berkas-berkas yang ada di
genggamannya.
“Apa
yang kau lakukan?!” suara itu langsung membuat pergerakan Sungmin berhenti.
Sungmin menampilkan smirk khas miliknya. Dia adalah
targetnya, No Myung Soo. Di sampingnya berdiri banyak pengawal. Sungmin menatap
mereka satu per satu. Sungmin langsung bangkit dari duduknya. Ia tersenyum
manis pada mereka. No Myung Soo sepertinya sudah bersiap untuk menghabisi
Sungmin.
“Jangan
bergerak! Atau pistolku ini akan menembus jantungmu!” ucap salah seorang
pengawal sambil menodongkan pistolnya.
“Ah,
jinjjayo? Ku rasa itu adalah hal terbodoh yang pernah aku dengar,” ucap Sungmin
dengan nada beratnya.
Ucapan Sungmin barusan berhasil membuat No Myung Soo semakin
geram. Namja yang sepertinya sudah berumur setengah baya itu mengepalkan
tangannya. Sungmin yang sepertinya sudah tahu sesuatu langsung menyusun
rencananya. Ia memperhitungkan pergerakan mereka semua. Bingo! Ia berhasil
membaca seperti apa pergerakan mereka nantinya.
Sungmin langsung berlari. Dor! Peluru itu hampir saja
mengenai tubuhnya jika ia tidak langsung merunduk. Bug! Tangan kiri Sungmin
langsung memukul punggung salah satu pengawal itu. Ah! Tangan Sungmin berhasil
dicekal oleh dua orang pengawal itu. Bugh! Bugh! Dengan sedikit gerakan
berputar dan... Bugh! Sungmin berhasil membuat keseimbangan kedua pengawal itu
tak terkendali. Belum ada satu detik, mereka sudah jatuh terkapar setelah tubuh
mereka dibanting oleh Sungmin. Sret! Tanpa terduga ujung samurai tajam itu
menyayat lengan kanan Sungmin. Otomatis jaket yang ia gunakan sobek dan membuat
kulit lengannya terluka. Darah segar langsung menetes deras. Sungmin tak
tinggal diam, ia langsung membuka resleting jaketny dan merogoh sesuatu di
baliknya. Dor! Dor! Dor! Setelah tembakan ketiga, Sungmin langsung berlari
sambil membawa dokumen-dokumen itu. Ia melompat dari jendela ruangan itu.
Sungmin terus berlari melewati jembatan penyeberangan yang tak jauh dari
jendela yang baru saja ia lompati. Sesaat ia terus meliukkan tubuhnya untuk menghindari
peluru yang keluar dari pistol No Myung Soo. Namja itu terus mencoba menembak
lagi, tapi sayang pelurunya telah habis. Sungmin menghentikan larinya. Ia
membalikkan tubuhnya menghadap ke arah No Myung Soo. Giliran Sungmin yang
beraksi. Ia kembali mengeluarkan pistolnya. Tak ada niat untuk membunuhnya.
Sungmin hanya mengarahkan pistolnya ke arah Myungsoo. Myungsoo terus
menghindar, hingga... Sreet! Ia hampir jatuh dari jembatan penyeberangan itu.
Sungmin segera mendekat ke arahnya. Tangan kiri Sungmin terus memegangi lengan
kanannya yang terus mengeluarkan darah segar itu. Ia berjongkok di hadapan
namja itu.
“Sejujurnya,
aku tak berniat untuk membunuhmu. Tapi sepertinya kau akan mati dengan
sendirinya,” ucap Sungmin santai.
“Mianhae,
tolong aku. Aku berjanji tak akan melakukan hal yang seperti dulu lagi. Aku tau
kau nona Jo. Aku akan memberimu apapun. Aku berjanji,” ucap Myungsoo.
“Tapi,
bukankah nyawa harus dibayar dengan nyawa?” tanya Sungmin.
“Mianhae,
aku akan tunduk padamu. Tapi biarkan aku hidup.”
“Kau
tidak harus tunduk padaku tuan No. Kau hanya perlu membayar semuanya,” Sungmin
meniup pelan tangan Myungsoo dan membuatnya jatuh ke bawah.
Brak! Sebuah mobil telah menabraknya tepat saat ia jatuh ke
bawah. Sungmin hanya menampilkan senyum kecutnya sebelum pergi meninggalkan
tempat itu.
***
Keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuh Sungmin.
Kulitnya sudah memucat seperti mayat hidup.tubuhnya terlihat begitu lemas.
Yongkyo yang sedang mendengarkan musik dengan headphonenya di mobil sangat kaget
melihat Sungmin dengan langkah terseok-seok berjalan ke arahnya. Ia begitu
prihatin melihat keadaan sahabatnya itu. Tubuhnya penuh luka dan ia kekurangan
banyak darah. Yongkyo segera membantu Sungmin berjalan dan mendudukkannya di
kursi sebelah kemudi.
“Biar
aku yang mengemudikannya dan membawamu ke rumah sakit,” ucap Yongkyo.
“Memangnya
kau bisa mengemudi?” tanya Sungmin.
“Yak!
Ish! Di saat kau terluka begini masih bisa menghinaku. Aigoo.. Kau benar-benar
bukan manusia seperti yang oppamu katakan. Diamlah! Aku bisa mengemudi. Kau
hanya perlu bertahan,” omel Yongkyo.
“Bawa
aku pulang. Aku tak mau ke rumah sakit.”
“Mwo?!
Yak! Neo micheoso?! Kau ingin mati, eoh?! Kau benar-benar keras kepala sekali!”
“Aku
lebih baik mati seperti ini daripada aku ke rumah sakit dan mati di hadapan
banyak orang dengan sebutan yang begitu menyakitkan telinga.”
Yongkyo terdiam. Ia mengangguk mengerti. Benar yang
diucapkan Sungmin. Para pegawai rumah sakit akan curiga dengan luka di
lengannya. Pasti semuanya akan ketahuan. Sungmin melepas masker yang hampir
menutup seluruh wajahnya. Yongkyo langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan
tinggi menuju ke rumah dokter kenalan Yongkyo yang pasti bisa menjaga rahasia
mereka.
“Emm...”
Sungmin mengerang pelan di atas tempat tidurnya, membiasakan cahaya yang masuk
ke matanya.
“Eh,
kau sudah bangun? Minum obat ini, untuk mengurangi rasa sakitnya,” ujar Yongkyo
sembari mendekati sahabatnya dan memberinya obat.
“Sirheo.
Aku mau...” ucapan Sungmin terpotong ketika ia melihat tayangan yang ada di
siaran salah satu stasiun televisi. Berita mengenai ‘acara’nya dengan Yongkyo
tadi pagi.
“Kau
cukup aman untuk saat ini Minnie-ah. Polisi belum bisa menyimpulkan sketsa
wajah si pelaku,” ujar Yongkyo.
“Arraseo.
Dan bisakah kau mengganti panggilan buruk itu. Jangan panggil aku dengan
sebutan anak kecil seperti itu,” ucap Sungmin lagi-lagi nada dingin yeoja itu
muncul.
“Mianhae,
aku kelepasan. Bukankah itu panggilan yang begitu imut? Kau akan terdengar imut
menggunakan panggilan itu,” ucap Yongkyo lagi-lagi dengan sifat berlebihannya.
“Aku
bosan dengan kalimatmu itu, Yongkyo-ah. Lebih baik kita pergi dari sini
sekarang,” kata Sungmin.
Sret! Tangannya langsung mencabut infus yang menancap di
tangan kirinya. Yongkyo menatapnya serius.
“Kemana?
Kau mau pulang? Kau belum sembuh Sungmin-ah.”
“Cukup
berbahaya jika aku terus berada di sini. Pikachu pabo itu akan curiga jika ia
tahu aku berada di sini.”
“Lalu
kau akan kemana? Pulang ke rumah?”
“Kau
ini pabo atau apa sih? Tentu saja tidak. Ke rumahmu saja.”
“Mwo?
Tidak bisa. Eommaku bisa curiga. Aku punya apartment dekat rumah. Kau pakai
saja.”
“Terserah.”
Mereka segera keluar dari ruangan itu. Yongkyo langsung
menyelesaikan urusannya dengan dokter itu agar rahasia mereka berdua tetap
aman. Sungmin berjalan menuju mobilnya sambil memandangi plastik berisi obat
yang terpaksa harus ia minum agar lukanya cepat sembuh.
“Lain
waktu aku harus lebih teliti memperhitungkan gerak lawan. Aku tak akan lengah
lagi dan harus menelan beberapa benda yang rasanya pahit seperti ini,” gerutu
Sungmin.
***
“Sungmin-ah!”
panggil Yeonmi.
Sungmin menoleh sebentar. Ia mengacuhkan Yeonmi dan kembali
melanjutkan perjalanannya menuju ke kelas. Yeonmi segera berlari mengejar
Sungmin. Grep!
“Arghh!”
lengking Sungmin tepat saat Yeonmi mencengkeram lengan yeoja itu.
“Eh,
eh, mian. Aku tidak sengaja,” ucap Yeonmi seraya melepaskan genggaman tangannya
di lengan Sungmin.
“Lain
kali jangan memegang tubuh orang seenaknya,” Sungmin menyipitkan matanya,
menatap Yeonmi sinis.
“Mianhae,”
Yeonmi hanya bisa menundukkan kepalanya di saat Sungmin seperti ini.
“Wae?
Apa yang ingin kau katakan?” tanya Sungmin dingin.
“Ngg...
Anni, tidak jadi,” jawab Yeonmi gugup.
Sungmin hanya mendelik mendengar jawaban Yeonmi dan kemudia
berlalu meninggalkannya. Yeonmi masih terdiam di tempatnya menatap punggung
yeoja tinggi itu menjauh. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala Yeonmi.
“Apa
aku menggenggam terlalu erat? Kenapa dia kesakitan? Apa baru saja terjadi
sesuatu dengannya?” batin Yeonmi.
“Yaa~”
telapak tangan melambai-lambai di depan mata Yeonmi. Yeonmi mengedipkan
matanya. Membuyarkan lamunannya.
“Eh,”
Yeonmi mendongakkan wajahnya, menatap namja tampan yang kini sudah berdiri di
hadapannya.
“Wae
geurae?” tanya Yeonmi.
“Seharusnya
aku yang bertanya seperti itu. Kau ini kenapa? Melamun di tengah jalan,” jawab
namja itu yang ternyata adalah Sehun.
“Ngg...
Hehehe. Gwaenchana,” jawab Yeonmi ragu sambil nyengir tikus.
“Ah..
Jangan-jangan kau sedang melamunkan diriku?” tanya Sehun dengan pedenya.
“Mwoya?!”
Yeonmi langsung mendelik medengar pertanyaan Sehun barusan.
“Aku
hanya bercanda. Kau ada acara hari ini?”
“Emm...
Entahlah. Sepertinya kosong,” ucap Yeonmi sembari mengingat-ingat.
“Kalau
begitu... Bagaimana kalau kita jalan-jalan?”
“Jalan-jalan?
Kau gila? Aku bisa disembur eomma dan appaku,” Yeonmi menatap Sehun dengan
judesnya.
“Disembur?
Memangnya mereka itu dukun?” alis Sehun berkerut bingung, pabonya mulai muncul
kembali.
Yeonmi berdehem. Ia menatap Sehun dengan tatapan kesalnya. Andai
ia sudah tak sabar, mungkin ia akan menggoreng otak Sehun untuk dibuat
otak-otak agar lebih pintar sedikit.
“Maksudku
bukan begitu Sehun sunbae.”
“Lalu?”
“Kau
mengulur waktu atau kau memang benar-benar tidak tau atau kau pura-pura tidak
tau Sehun sunbae?”
Sehun menatap Yeonmi aneh. Wajahnya datar dan penuh dengan
kepolosan. Yeonmi kembali menghembuskan napasnya, jengkel. Sehun yang ditatap
seperti itu hanya terus menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
“Kau
tau nanti kita pulang jam berapa?” tanya Yeonmi berusaha sabar menghadapi
sunbaenya yang terkenal berotak lola itu.
“Pukul
sembilan (malam), lebih cepat tiga puluh menit,” jawab Sehun sambil nyengir.
“Meskipun
kita pulang lebih cepat tiga puluh menit. Apa...”
Belum sempat Yeonmi melanjutkan ucapannya, bel sekolah
pertanda masuk dan kelas akan dimulai sudah berbunyi. Yeonmi tersentak dan
segera berlari menuju kelasnya, meninggalkan Sehun yang masih termangu. Namja
itu bahkan baru sadar ketika bel sudah selesai berbunyi. Ia langsung berlari
menuju kelasnya setelah melihat keadaan sekitarnya yang sudah sangat sepi itu
karena semua murid sudah berada di kelas masing-masing. Yah, itu karena otak
Sehun yang nggak pake wifi cepet, jadi lolanya keterlaluan.
***
“Minnie-ah!
Ah, maksudku Sungmin-ah!”
Sungmin membalikkan tubuhnya, kemudian mencari seseorang
yang baru saja memanggil namanya. Smirk khasnya muncul ketika ia melihat si
pemanggil.
“Wae?”
tanya Sungmin.
Raut sedih terpancar dari wajah tampan milik seorang namja
bernama Minwoo itu. Minwoo langsung berjalan mendekati Sungmin. Sungmin
menatapnya datar, menunggu jawaban darinya.
“Ngg...
Boleh aku meminjam tubuhmu sebentar?” tanya Minwoo.
Belum sempat Sungmin menjawab. Grep! Tangan Minwoo langsung
menarik tubuh Sungmin hingga mereka berdekatan. Minwoo memeluknya erat. Sungmin
yang kaget, hanya terdiam. Minwoo menyandarkan kepalanya di bahu Sungmin. Hal
ini membuat jantung Sungmin berolahraga. Begitu juga yang dirasakan Minwoo.
“Ijinkan
begini saja. Hanya sebentar,” pinta Minwoo.
“...”
Sungmin masih terdiam.
“Sungmin-ah...
Aku... Aku...”
“Wae?
Ada apa?”
“Sebenarnya,
eum... Boleh ku minta bantuanmu?” ucap Minwoo yang semakin mempererat
pelukannya.
“Bantuan?”
Sungmin baru saja mau melepaskan Minwoo dari tubuhnya, tapi sayang karena
lengannya yang terluka, kekuatannya jadi menurun, akhirnya ia terpaksa
membiarkannya.
“Ku
dengar kau pintar memecahkan suatu masalah.”
“Itu
hanya keberuntungan. Apa maumu?”
“Bantu
aku menyelidiki kematian appaku. Hanya kau yang aku percaya untuk membantuku.”
Sungmin menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap punggung
Minwoo. Ia menghirup napas dalam. Firasatnya buruk saat ini.
“Appamu?
Kematian? Jadi appamu sudah... Ehm, bisa tolong kau melepaskanku? Aku bisa mati
karenamu.”
“Mianhae.
Aku lupa. Ehm, kau sudah lihat berita di televisi? Aku ingin mencari tahu si
pelaku,” ucap Minwoo dingin.
“Ma...
Maksudmu?” pancaran cahaya ketakutan dan kekagetan hampir terukir jelas di mata
Sungmin.
“Anni,
lakukanla dengan tenang. Anggaplah ini hanya sandiwara seperti hari-harimu. Kau
harus bersikap biasa saja, Sungmin-ah,” batin Sungmin menguatkan diri.
“Aku
yakin kau sudah tau maksudku. Sekarang aku meminta bantuanmu untuk
menyelidikinya.”
“Kau...
Yakin?” Sungmin ragu tapi tetap menampakkan senyum miring khasnya.
“Ne,
kenapa tidak?” balas Minwoo mantap.
Sungmin nampak berpikir sebentar, kemudian dengan perlahan
ia menganggukkan kepalanya. Minwoo langsung tersenyum sumringah.
“Aku
hanya akan membantumu jika aku masih memiliki energi. Aku tidak mau menggunakan
cadangan energiku. Itu merepotkan,” ucap Sungmin.
“Dia...
Selalu saja begini. Bagaimana bisa ia membatasi penggunaan energinya? Aih, tapi
ia selalu berhasil membuat jantungku seakan berhenti berdetak setiap
menatapnya,” batin Minwoo.
“Hey,
waeyo?” Sungmin menatap lekat-lekat wajah tampan di hadapannya ini.
“Kapan
kita mulai?” tanya Minwoo kemudian.
“Dua
hari ini aku tidak bisa. Aku ada banyak urusan yang harus ku kerjakan. Kau
selidiki dulu bukti yang ada di TKP. Jika kau sudah mendapatkan semuanya,
beritahu aku,” jawab Sungmin.
Minwoo hanya manggut-manggut. Yang ada di dalam pikirannya
sekarang hanyalah bagaimana caranya menangkap ‘si pelaku’. Minwoo belum
menyadari bahwa yeoja di hadapannya sekarang sedang gelisah berat. Ia terus
mencari beberapa ide bagus. Namun, tak ada cara yang bisa ia temukan.
“Ini
sudah larut. Pikachu pabo itu pasti akan mencariku jika aku pulang telat. Aku
pulang. Annyeong,” Sungmin segera beranjak dan berjalan meninggalkan Minwoo.
Minwoo hanya menatap punggung yeoja itu sampai menghilang di
balik koridor. Dalam hati, ingin rasanya ia menghampiri yeoja itu untuk pulang
bersamanya. Tapi pikirannya sedang tak bisa diajak kompromi, pikirannya sedang
kalut saat ini.
“Bagaimana
mungkin aku menyukai yeoja sepertinya? Seharusnya aku menyukai Yeonmi atau Yongkyo,
atau yeoja populer lainnya. Tapi, sifat dingin, aneh, bahkan sifat
berubah-ubahnya yang berhasil menggerakkan hatiku,” batin Minwoo.
***
“Yongkyo-ah!”
teriak Sungmin dari kejauhan.
Yongkyo menghentikan langkahnya dan mendapati Sungmin sudah
berdiri di hadapannya dengan napas terengah-engah. Yongkyo seakan menyadari
sesuatu, ia menatap Sungmin bingung.
“K...Kau...
Berlari? Wah... Wah ku pikir kau tidak bisa berlari,” ujar Yongkyo sarkastis.
“Diam
kau! Kau menghinaku, eoh?” Sungmin langsung menatap tajam ke arah Yongkyo.
“Hehehe,”
Yongkyo hanya nyengir kuda.
“Sudahlah.
Ada hal penting yang ingin ku bicarakan padamu. Ikut aku,” tatapan Sungmin
berubah datar, ia berjalan melewati Yongkyo.
“Ia
mulai berubah lagi,” gumam Yongkyo, sambil terkekeh geli.
“Kau
berbicara apa? Apanya yang berubah?” tanya Sungmin tanpa berbalik untuk menatap
Yongkyo.
“Anni.
Kau pasti salah dengar,” jawab Yongkyo.
“Telinganya
terbuat dari apa sih? Kenapa bisa mendengar suara sekecil ini?” batin Yongkyo.
Blam! Sungmin menutup pintu mobilnya keras setelah menarik
Yongkyo masuk ke dalam. Yongkyo hampir mati jantungan atas perlakuan Sungmin
barusan.
“Hei...
Hei... Kau ini? Lagi PMS yah?” gerutu Yongkyo.
“Menteri
Pertahanan bernama No Myung Soo itu ternyata appa Minwoo!” ucap Sungmin.
“Lalu?”
tanya Yongkyo watados.
“Pabo!
Minwoo berniat mencari pelakunya dan...”
“Dan?”
“Dia
meminta bantuanku!”
“Ikuti
saja maunya. Lagipula tak ada bukti yang bisa menyeretmu. Kau bahkan tak
menyentuh apapun dengan tanganmu. Kita melakukannya dengan bersih,” ucap
Yongkyo dengan entengnya.
Pletak! Jitakan cukup keras itu mendarat mulus di dahi
Yongkyo. Sungmin menatapya kesal. Ia kemudian menoyor kepala sahabatnya itu.
Yongkyo mengusap dahinya yang memerah akibat jitakan Sungmin.
“Ck!
Kau mau aku tertangkap, eoh? Anni, maksudku kita? Hm? Kau ingin memberikan
nyawamu cuma-cuma, hm? Walaupun aku tak menyentuh apapun dan kita melakukannya
dengan bersih, apa kau sadar? Bagaimana jika di antara pegawai di kantor itu
ada yang mengenali wajahku? Minwoo pasti akan menanyakan rekaman terjadinya
peristiwa itu,” omel Sungmin.
“Aish,
kau pikir dia secerdas itu? Ia jarang berpikir panjang sepertimu. Sudah, awal
ini, kau jalani saja seperti maunya. Aku akan membantumu. Tenanglah. Jika kau
ingin berbicara lagi, tahan dulu sampai besok. Aku sudah mengantuk. Hoaamm..”
“Hm,
terserah kau saja. Jika terjadi sesuatu padaku. Aku juga akan menyeretmu,”
ancam Sungmin.
“Arra.
Arra. Eh, mobil ini milikmu atau milik Pikachu sunbae itu?” tanya Yongkyo
tiba-tiba.
“Jika mobil
ini miliknya, pasti mobil ini sudah di cat warna biru dan ornamen dalamnya akan
terlihat kekanakan,” jawab Sungmin ketus.
“Sudah
ku duga. Pikachu sunbae tidak mungkin terobsesi dengan ini kan? Yak!
Sungmin-ah... Memangnya kau tak memiliki warna lain selain hitam, merah, dan
putih?” ucap Yongkyo sambil memainkan bola salju mainan itu.
“Yak!
Kembalikan!” Sungmin langsung merebut bola salju mainan dari tangan Yongkyo.
“Park
Yoon Soo? Kau masih menyimpannya?” Yongkyo menatap Sungmin dengan pandangan tak
percaya.
“Aku
tak mau mengungkitnya ulang,” ucap Sungmin yang langsung memasang seatbelt ke
tubuhnya.
Sungmin mengemudikan mobil itu dengan kecepatan di atas
180km/jam. Meliuk-liuk di jalanan kota Seoul yang masih sedikit ramai, membelah
keramaian kota ini. Yongkyo semakin mengeratkan genggamannya di seatbelt yang
ia kenakan. Beginilah Sungmin ketika mendengar nama Park Yoon Soo disebut.
Mobil Sungmin melaju kencang
***
Yeonmi memasukkan mobil Ferari limited edition berwarna
hitam itu ke garasi dan berjalan memasuki rumah. Rumah bergaya klasik-modern
itu terlihat sangat menawan. Yeonmi berhenti sejenak di depan pintu, menajamkan
pendengarannya. Ternyata benar. Kedua orangtua Yeonmi kembali bertengkar hebat
di ruang tamu. Hampir setiap hari ia mendengarnya. Membosankan. Braak! Yeonmi membuka
pintu rumah yang ada di hadapannya dengan sedikit kasar. Kedua orangtuanya
serempak langsung menoleh melihat siapa yang telah merusak acara pertengkaran
mereka. Yeonmi berjalan santai melewati dua orang paruh baya itu.
Ini mobil Yeonmi
“Yeonnie-ah...”
Yeonmi menoleh dengan tatapan yang begitu sulit diartikan.
Antara tatapan marah, sedih, bingung. Semuanya bercampur menjadi satu.
“Kau
mau ikut eomma atau appa?”
“...”
alis Yeonmi berkerut mendengar pertanyaan itu.
“Aku
tidak mau ikut siapa-siapa,” jawabnya kemudian, ia menunduk menahan tangisnya
agar tak keluar.
Ceklek! Brak! Bruk!
Yeonmi membanting pintu kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di
kasur. Ia sudah tak tahan lagi untuk membendung air matanya. Tangisannya
meledak. Ia merapatkan kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya di antara
keduanya.
“Bogoshippoyo...
Oppa,” gumam Yeonmi di sela-sela tangisannya.
Ia tahu, oppanya pasti akan mendengar gumamannya itu. Di
sudut kamar Yeonmi, Jung Yong Hwa, oppa Yeonmi menatapnya penuh kesedihan. Oppa
Yeonmi meninggal ketika terjadi Agresi Militer tahun 2001 silam. Agresi militer
yang telah merenggut puluhan nyawa manusia tak bersalah. Appa Sungmin, appa
Yongkyo, dan oppa Yeonmi hanya beberapa saja. Kenapa oppa Yeonmi juga kena?
Saat agresi militer itu terjadi, tanpa sepengetahuan siapapun appa Yeonmi
hampir saja berkomplot dengan No Myung Soo. Oppa Yeonmi yang tak mau menerima
itu, dia langsung berjuang menuntut keadilan. Tapi yang terjadi, sebutan
‘pembunuh’ pun masih terlalu lembut untuk mereka.
Yeonmi menangis dalam diam. Eomma dan appa Yeonmi berubah
drastis ketika mengetahui kenyataan bahwa anaknya, Jung Yong Hwa meninggal.
Yeonmi lebih frustasi lagi, karena hanya oppanya lah yang mengerti tentang
Yeonmi.
***
Sungmin baru saja melemparkan kunci mobilnya ke meja nakas
di samping ranjangnya. Ia terduduk di samping ranjang king sizenya. Matanya
menatap bola salju mainan yang di dalamnya ada rumah kecil yang terlihat begitu
manis. Air matanya menetes, ketika melihat namanya dan nama Park Yoon Soo
muncul di balik butiran-butiran salju di dalam bola salju mainan itu.
Ya, Park Yoon Soo. Seseorang yang telah berhasil membuat
Sungmin menyesali perbuatannya. Ia baru sadar akan perasaannya, seminggu
setelah namja itu benar-benar pergi dari hidupnya untuk selamanya dan tak akan
mungkin kembali. Namja itu, ia begitu perhatian pada Sungmin. Ia yang
membuatnya bangun dari kesedihan setelah kematian kedua orangtuanya.
“Minnie-ah...
Omona! Apa yang kau lakukan di bawah situ?” Kwangmin langsung berjongkok di
hadapan dongsaengnya.
Sungmin tak menggubris ucapan Kwangmin barusan. Matanya
masih tetap terarah pada bola salju mainan itu. Kwangmin langsung mengikuti
ekor mata Sungmin. Tiba-tiba jemari Kwangmin membersihkan air mata yang
membasahi kedua pipi dongsaengnya.
“Minnie-ah,
lupakan dia. Dia sudah tenang di sana. Dia akan kecewa jika melihatmu menangis
seperti ini,” hibur Kwangmin.
“Apa
pantas aku bahagia melihatnya seperti itu?”
“Dia
hanya ingin kau bahagia. Sudahlah. Kajja, aku sudah membuatkanmu makan malam,”
Kwangmin membangkitkan tubuh Sungmin yang tadi terduduk.
***
“Sungmin-ah!”
panggil seseorang.
“Wae?”
Sungmin menatap si pemanggil dengan tatapan sayunya.
“Kau..
Kau habis menangis?” tanya Minwoo.
“Jangan
mengalihkan pembicaraan,” ucap Sungmin ketus.
“Ah,
arraseo. Aku.. Aku sudah menemukan sidik jari si pelaku!”
Deg! Nafas Sungmin langsung tercekat. Rasanya seluruh aliran
darah di dalam tubuhnya berhenti ketika mendengar ucapan Minwoo barusan.
Bagaimana mungkin?
“Sidik
jari?”
Sungmin terbelalak kaget mendengar berita itu. Minwoo hanya
mengangguk mantap atas pernyataannya.
“Sidik
jari? Bagaimana mungkin? Aku melakukannya dengan bersih kemarin,” batin Sungmin
bingung.
“Yak!
Kau kenapa melamun?!” sentak Minwoo.
“Ah...
Eh.. Sidik jari? Jinjja? Bukankah tak ada bukti?”
“Darimana
kau tau kalau tidak ada bukti?” Minwoo menatap Sungmin curiga.
“Sial!
Matilah aku! Bagaimana bisa ucapanku seceroboh ini?!” batin Sungmin, merutuki
dirinya sendiri.
“Hanya
pikiranku saja. Melihat tindakan si pelaku yang terkesan bersih itu. Para polisi
saja masih kebingungan. Tapi dengan mudahnya, kau malah bisa menemukan bukti.
Aku kagum padamu,” Sungmin tersenyum manis ke arah Minwoo, ia tidak ingin
Minwoo tau apa yang terjadi sebenarnya.
Minwoo menyipitkan matanya mendengar alibi Sungmin. Ia
memang sedikit curiga dengan perkataan Sungmin barusan. Mata Minwoo langsung
mengunci bola mata Sungmin yang berbinar itu. Ia ingin mencari kebohongan di
dalam sana. Tapi sayang, tidak ia temukan kebohongan itu dari matanya. Datar.
Ia tak menyembunyikan sesuatu.
“Matanya
tidak menyiratkan apapun. Datar. Ia tampak jujur dengan ucapannya. Ia seperti
tak berbohong. Ia bahkan tidak tampak seperti tersudutkan dan ketakutan. Tapi
kenapa aku ragu? Apa benar dia pelakunya? Anni, 5%! Keyakinanku hanya 5%! Ah,
anni, anni. Bahkan kurang dari 5%. Ish! Dia benar-benar sulit,” batin Minwoo.
“Ya~~~ Kau melamun, eoh?” tanya Sungmin
tepat di depan wajah Minwoo.
“Eh!” Minwoo
segera tersadar dari lamunannya.
Mata Minwoo langsung terbelalak kaget ketika menyadari wajah
Sungmin sudah berada di hadapannya. Bisa dipastikan wajah namja itu sudah
semerah tomat sekarang. Sungmin semakin mendekat ke arah Minwoo, hingga jarak
yang tersisa hanya... GOD! Hanya 1cm saja! Sungmin senang menatap wajah Minwoo
yang semakin lama semakin memerah itu. Deru nafas Sungmin berhasil membuat
Minwoo bergidik. Hingga hidung mereka berdua saling menempel. Minwoo semakin
terlihat salah tingkah dibuatnya.
To Be Continued...
Gimanakah readerdeul? Silahkan berkomentar ria tentang FF ini, kkk~. Gomawo udah mau baca FF ini ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar