Kamis, 25 April 2013

[FANFICTION] BLACKOUT (PART. 4)


Title: BLACKOUT
Author: *Wulan Sari
               *Junesito Widyo Pramesti
               *Ika Silviany
Genre: Action, Romance, Sad, School Life, etc
Cast: *Jo Sung Min (Wulan Author)
          *Jo Kwang Min (BOYFRIEND)
          *Jung Yeon Mi (Junes Author)
          *Oh Se Hoon (EXO)
          *No Min Woo (BOYFRIEND)
          *Jung Yong Kyo (Ika Author)
          *Kim Jong In/Kai (EXO)
          *Lee Jin Ki (SHINee)
          *Oh Jong Hyuk (Click-B)
          *Park Sang Hyun/Thunder (MBLAQ)
          *Ahra (OC's)
Length: Chaptered (PART. 4)
Rating: T
Disclaimer: FF ini dibuat asli oleh para author yang kece ini. FF ini dibuat berdasarkan khayalan para author yang rada gaje ini. Para personil boyband yang ada di FF ini juga tidak dibayar sedikit pun (?)
Copyright: Dilarang plagiat or share ulang, karena melanggar UU RI No. 19 tahun 2002 TENTANG HAK CIPTA dan Pasal 72 KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN

The story is begin...
****************************************************************
                “Sungguh cinta yang tragis,” cibir Lee Jin Ki.
                “Bebaskan dia! Lakukan apapun padaku! Jebal bebaskan dia!” Kai tampak mantap dengan ucapannya.
Sungmin langsung membelalakkan matanya. Ia sudah menyiapkan seribu kalimat untuk mengomeli kebodohan Kai. Sungmin sangat mengerti Lee Jin Ki. Lee Jin Ki bukan orang yang mudah. Jika ia mendapat celah, ia tak akan melepasnya. Lee Jin Ki langsung tersenyum penuh arti pada Sungmin. Bugh!
                “Arrrggghh!” teriak Kai sesaat setelah tongkat golf itu menyapa tubuhnya, walaupun begitu sakit ia tetap mempertahankan tubuhnya agar tidak jatuh.
Bugh! Bugh! Bugh! Ketiga pukulan itu belum membuat Kai terjatuh. Sret! Lee Jin Ki mengeluarkan pisau lipatnya sambil tersenyum pada Sungmin. Senyuman itu seperti mengandung maksud ‘Mainanmu cukup tangguh juga’. Tangan Lee Jin Ki meraba pipi kanan Kai. Sret! Ia menggoreskan pisau lipatnya di sana. Darah segar langsung menetes dari pipinya. Kai hanya menggigit bibir  bawahnya agar erangannya tak keluar dan membuat Sungmin mengkhawatirkannya. Sungmin menahan air matanya saat melihat Kai. Sret! Lagi-lagi Lee Jin Ki menggoreskan pisau lipatnya di lengan kanan Kai. Sungmin sudah tak bisa menahan air matanya. Ia menangis!
                “Hentikan! Dia tidak ada hubungannya denganmu! Urusanmu bukan dengannya tapi denganku!” teriak Sungmin.
                “Andwae! Lakukan saja semuanya padaku,” cegah Kai.
Lee Jin Ki tersenyum penuh kemenangan. Ia mengeluarkan pisau lipatnya lagi. Tangan Lee Jin Ki langsung membuka kemeja Kai. Ia tersenyum. Sret! Sret! Lee Jin Ki menggoreskan pisau lipatnya di perut Kai yang sixpack membentuk tanda silang. Darah kembali mengucur lebih deras. Kai menutup matanya, kemudian... Bruk! Kai yang sudah kehabisan banyak darah langsung ambruk. Mata Sungmin memerah, tatapan tajamnya begitu sulit diartikan. Sungmin, ia tampak seperti orang tak dikenal. Ia tampak begitu mengerikan. Brak! Bugh! Bugh! Sret! Sret! Dengan kecepatan tangannya, ia langsung menyerang kedua pengawal yang sedari tadi mencengkeramnya. Ia langsung menarik samurai yang ada di pegangan pengawal Lee Jin Ki. Kini ia terus mempertahankan posisinya. Banyak pengawal Lee Jin Ki yang sudah bertumbangan. Sungmin, entah mendapat kekuatan darimana, ia masih bisa berdiri padahal banyak luka yang bisa membuatnya kehabisan darah. Sungmin mengatur nafasnya. Sret! Bugh! Bugh! Sret! Kini seluruh pengawal Lee Jin Ki sudah bertumbangan. Hanya tinggal Lee Jin Ki dan Sungmin. Sungmin langsung berdiri dan... Sret! Yeoja itu langsung menghunuskan samurainya tepat di bagian perut Lee Jin Ki. Bruk! Bruk! Keduanya terjatuh. Sungmin tepat terjatuh di samping Lee Jin Ki yang mungkin sudah tak bernyawa itu. Sungmin benar-benar mengeluarkan sisi tersembunyinya.
***
Minwoo tak bisa mengatupkan mulutnya yang kini sudah menganga lebar. Cip yang dulu pernah hilang di mobilnya akhirnya ia temukan di jok bawah kemudi. Dan saat ini ia sedang menyetelnya. Ia benar-benar tak mempercayai apa yang barusan dilihat dan didengarnya itu. Rekaman yang dibuatnya dulu untuk mengintai Sungmin. Hasilnya, ia terluka saat ini.
                “Bagaimana bisa? Orang yang selama ini ku cintai...” ucap Minwoo.
Minwoo mendekati foto keluarga yang berpigura besar di dinding kamarnya. Ia berlutut tepat di hadapan foto itu. Air matanya menetes.  Bugh! Tangan Minwoo yang terkepal ia hantamkan ke lantai. Ia benar-benar frustasi sekarang.
                “Appa, apa yang sebenarnya terjadi saat ini? Kenapa harus melibatkan yeoja yang ku cintai untuk ini? Apa aku harus membunuhnya? Tapi aku sudah berjanji,” ucap Minwoo.
Srak! Ia mengambil pistol yang ada di dalam laci meja nakasnya. Ia terdiam sejenak menatap pistol itu. Tatapan cerianya yang biasa terpancar dari wajahnya kini telah digantikan oleh tatapan datarnya.
***
Hari Minggu pagi bersalju di kediaman keluarga Oh. Sehun sudah rapi dengan jaket berwarna abu-abu miliknya. Ia berniat akan menjemput Yeonmi untuk menjenguk Sungmin di rumah sakit. Tadi malam Yongkyo meneleponnya dan mengabari keadaan Sungmin. Baru beberapa langkah ia menuruni tangga, telinganya mendengar suatu percakapan.
                “Lee Jin Ki mati? Dimana yeoja itu sekarang?... Ah baiklah, aku akan membunuhnya dengan rapi. Berbahaya? Ah saranmu sepertinya cukup bagus. Siapkan para pengawal bodoh itu. Lakukan semuanya dengan bersih agar tak ada yang curiga dengan misi kita. Lakukan seperti saat Agresi Militer 2001 dulu.”
Sehun terdiam. Ia memejamkan matanya. Tangan kirinya mengepal. Ia tak menyangka appanya akan melakukan apapun demi mempertahankan kekuasaannya. Sehun langsung berlari menuruni tangga tanpa peduli appanya memperhatikannya.
***
Yongkyo sudah berteriak-teriak di depan rumah keluarga Jo itu. Ceklek! Dengan tampang polosnya, sesosok namja itu mengacak-acak rambutnya sambil menguap. Pletak! Jitakan itu memantul tepat di dahi Kwangmin.
                “Yak!” teriak Kwangmin.
                “Kau baru bangun?! Sudah jam berapa ini, hah?! Bukankah kau sendiri yang ribet mencari Sungmin tapi saat sudah ketemu kau sendiri yang seperti ini!” omel Yongkyo.
                “Arra... Arra... Diamlah... Hoaamm...” lagi-lagi Kwangmin menguap.
                “Kau ingin aku menghajarmu, huh?!” Yongkyo semakin sebal dengan tingkah Kwangmin.
Grep! Tanpa aba-aba Kwangmin langsung menarik Yongkyo dalam pelukannya. Darah Yongkyo berdesir, jantungnya berdegup cukup kencang.
                “Diamlah yeoja pianika. Kau mengganggu tidur nyenyakku,” ucap Kwangmin santai dan mata namja itu masih terpejam sedari tadi.
Yongkyo terdiam. Pikirannya kalut saat ini. Terlebih lagi degup jantungnya belum menormal seperti semula. Kwangmin tersenyum saat merasakan degup jantung Yongkyo yang berdebar kencang.
***
Sungmin sudah tersadar dari pingsannya. Ia tampak duduk di atas ranjang rumah sakit. Saluran infus memasuki tubuhnya, seluruh luka di tubuhnya sudah dibalut. Ia menatap nanar salju yang berjatuhan dari jendela yang ada di kamar itu. Rasa bersalah pada Kai menghantuinya. Ia tak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada Kai. Ini salahnya, seharusnya ia tak memulainya dan melibatkannya.
                “Arrghhh,” Sungmin menggerakkan kakinya yang sepertinya sangat lemah saat ini.
                ‘Sial! Kakiku tak bisa digerakkan! Terlalu lama di sini bisa membahayakan nyawaku!’ batin Sungmin.
Sret! Ia menarik infus yang ada di tangannya hingga benar-benar terlepas dari tubuhnya. Perlahan ia bangkit dari ranjang rumah sakit tersebut. Tangannya mencari pegangan yang bisa menopang tubuhnya. Ia menemukan sepasang kruk yang tak jauh dari ruang rawatnya. Ia langsung menggunakannya untuk pergi.
                “Apa pasien bernama Jo Sung Min biaya rawatnya sudah dibayar?” tanya Sungmin pada seorang recepsionist di sana.
                “Ye. Sudah semua,” jawab orang itu.
                “Gamsa hamnida. Saya harus pergi. Jika ada yang mencari pasien itu, katakan saja dia sudah di apartementnya,” pinta Sungmin.
                “Ye. Algesseumnida.”
***
Sungmin sudah berhasil sampai di apartementnya dengan selamat. Pasti banyak orang berkeliaran di luar sana untuk membunuhnya. Sungmin menatap pintu apartementnya. Ia tersenyum, kemudian melanjutkan perjalanannya ke kamar. Ia butuh istirahat.
                “Tak ada yang tahu dimana apartementku,” ucap Sungmin menenangkan dirinya sendiri.
Sungmin hanya duduk di atas ranjangnya. Pikirannya kembali pada Kai. Ia menatap jendela apartementnya. Beku. Seperti hatinya saat ini. Tanpa ia sadari sesosok namja sudah berdiri di depan pintu menatap Sungmin dengan tatapan datarnya. Jarak namja itu dan Sungmin sudah cukup dekat saat ini hanya satu meter.
                “Kenapa kau melakukannya?” tanya namja itu dan membuat Sungmin menatapnya.
                “Darimana kau tahu aku ada di sini?” Sungmin mengalihkan pembicaraan Minwoo.
                “Aku melihatmu keluar dari rumah sakit dan aku mengikutimu sampai sini.”
                “Minwoo... Kau sudah tahu semuanya,” ucap Sungmin, ia menghirup oksigen yang ada di sekelilingnya dalam.
                “Kau belum menjawabku,” Minwoo mengeluarkan pistolnya, ia tujukan tepat pada Sungmin.
                “Mencari keadilan. Lagipula...” Sungmin menggantungkan kalimatnya, ia menatap Minwoo dalam.
                “Di dunia ini hanya ada dua pilihan, dibunuh atau membunuh. Dan aku lebih memilih membunuh daripada dibunuh,” lanjut Sungmin sambil tersenyum kecut.
Minwoo hanya terdiam. Sungguh ia tak rela jika harus membunuh yeoja yang ada di hadapannya ini. Ia tahu jika melakukannya ia akan menyesal. Sungmin tersenyum lagi pada Minwoo.
                “Tembaklah aku. Setidaknya itu akan melunasi rasa bersalahku padamu,” ucap Sungmin.
Dor! Grep! Sungmin sudah memejamkan matanya. Seseorang memeluknya sekaligus melindunginya. Sungmin membuka matanya perlahan. Minwoo tersenyum padanya.
                “Syu... kurlah... k-kau... b... baik-baik... sa... ja...” ucap Minwoo masih dengan senyumnya.
Bruk! Minwoo terjatuh dalam pelukan Sungmin. Sungmin melepaskan satu tangannya. Darah! Tatapan Sungmin berhenti pada dua orang namja paruh baya yang sudah berdiri di depan pintu dengan pistol masing-masing. Mereka adalah Oh Jong Hyuk dan asistennya.
Dor! Dor! Belum sempat Oh Jong Hyuk menembakkan pelurunya ke arah Sungmin, ia sudah terjatuh. Dan... Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Suara tembakan itu memenuhi ruangan kecil itu. Oh Jong Hyuk dan asistennya sudah mati bersimbah darah. Di belakang Oh Jong Hyuk, Sehun sudah berdiri tegap bersama pistolnya yang baru saja ia gunakan untuk menembak appanya sendiri. Yeonmi yang berdiri di sampingnya langsung menutup mulutnya sendiri dengan kedua tangan. Kwangmin, Yongkyo, dan anggota kepolisian yang lain tadi juga membantu untuk menembak para pengawal Oh Jong Hyuk dan juga pelaku utama itu. Sungmin, ia menatap Sehun tak percaya.
***
Cheon-doong atau akrab di sapa Thunder, yang bernama asli Park Sang Hyun segera mengemudikan mobilnya cepat. Thunder menyetir mobilnya dengan lihai. Sementara Sungmin berada di jok belakang bersama Minwoo yang sekarat.
                “Bertahanlah... Jebal... Ini salahku,” ucap Sungmin sambil membelai wajah Minwoo, dalam matanya menampakkan gurat kecemasan.
                “Sungmin-ah...” Minwoo mencoba membuka matanya, ia menatap Sungmin yang nampak sangat cemas padanya.
                “Berhentilah berbicara, Thunder ppali!” Sungmin menyuruh Thunder agar menyetir lebih cepat lagi.
                “Sungmin-ah, mianhae...” Minwoo tampak menahan rasa sakitnya.
                “Sungmin-ah, aku sudah tak bisa bertahan...”
                “Anni! Kau harus bertahan! Jangan berbicara terus! Diamlah!” Sungmin menitikkan air matanya dan memeluk Minwoo erat.
                “Sungmin-ah, setelah ini kau harus bahagia,” ucap Minwoo sambil menutup matanya.
                “Tikus pabo! Ireona! Yak! Tikus!” Sungmin menepuk-nepuk pipi Minwoo.
                “Aku belum mati, Sungmin-ah. Bukankah tadi kau menyuruhku untuk diam?” Minwoo membuka matanya kembali.
                “Thunder! Jebal! Lebih cepat lagi!” teriak Sungmin.
                “Tenanglah, Minnie-ah. Aku sudah berusaha untuk lebih cepat,” ucap Thunder yang masih menyetir.
                “Tumben sekali kau jadi cerewet begitu,” komentar Minwoo.
                “Sudah. Kau diam saja!” omel Sungmin.
***
Sehun sudah berdiri di hadapan makam appanya bersama Yeonmi. Ia meletakkan sebucket bunga di atas makam appanya. Ia memejamkan matanya dan mendoakan appanya. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh Yeonmi.
                “Oppa, kau baik-baik saja? Kau tak menyesal?” tanya Yeonmi.
                “Yeonnie, aku sangat baik-baik saja. Aku akan menyesal jika aku tak melakukan hal itu kemarin. Keadilan harus ditegakkan. Appaku, walau bagaimanapun juga ia terlalu jahat. Aku tak akan membiarkannya melakukan kejahatan lagi. Semuanya sudah berakhir, setelah 12 tahun berlalu,” jawab Sehun.
Sehun langsung menarik tangan Yeonmi untuk pergi dari tempat itu. Yeonmi terus diam sambil mengikuti langkah panjang Sehun. Ia tak berani berucap lagi. Ia takut jika apa yang diucapkannya akan membuat hati Sehun terluka.
***
Sungmin duduk di atas kursi rodanya. Ia menatap kedua namja itu. Kedua namja yang telah menyelamatkan nyawanya. Keduanya terbaring koma. Tangan kiri Sungmin menyentuh jemari Kai dan tangan kanannya menyentuh jemari Minwoo. Tes... Buliran air mata itu terjatuh seiring derasnya salju di luar. Hujan salju mulai mereda seiring dengan berhentinya tangisan Sungmin.
                “Mianhae, apa aku mengganggumu?”
Sehun sudah berdiri di depan pintu. Sungmin menatap namja itu heran. Sehun langsung berjalan mendekat ke arah Sungmin. Sehun mendorong kursi roda yeoja itu.
                “Aku ingin berbicara denganmu. Tapi tak di sini. Bolehkah?” tanya Sehun.
                “Ne. Dimana?”
Sehun tak segera mejawab. Ia langsung melanjutkan langkahnya sambil mendorong kursi roda Sungmin. Ya, Sungmin masih belum bisa berjalan. Samurai yang saat itu menggores kakinya membuat luka cukup dalam dan melemahkan beberapa syarafnya. Perlu beberapa bulan untuk membuatnya bisa berjalan lagi seperti dulu.
Sehun menghentikan langkahnya di depan bangku taman rumah sakit itu. Ia duduk dan menyandarkan punggungnya. Ia menghirup nafas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan. Tatapannya tertuju pada Sungmin lagi. Ia kembali menundukkan kepalanya. Sejujurnya, ia masih tidak berani menatap Sungmin setelah tragedi itu.
                “Kau... Kau bisa membunuhku saat ini juga,” ucap Sehun.
                “Untuk apa?” Sungmin memandang ke arah lain.
                “Appaku, ia__
                “Jangan lanjutkan lagi. Aku sudah tahu.”
                “Mianhae.”
                “Tak perlu meminta maaf. Kau tak bersalah.”
                “Tapi...”
                “Jangan bahas itu lagi.”
                “Baiklah. Apa kita masih bisa bersahabat?”
                “Tentu saja. Untuk apa kau menanyakannya?”
                “Aku pikir kau...”
                “Aku akan membencimu setelah tragedi kemarin? Tentu saja tidak.”
                “Kau sangat baik, Sungmin-ah. Dan kau hebat.”
                “Terkadang wanita juga harus mengeluarkan kekuatan supernya untuk melindungi diri.”
                “Ahahaha. Arra. Suasana di sini jadi semakin dingin. Kau ingin kembali?”
                “Ne.”
Sehun segera berdiri. Ia langsung mendorong kursi roda Sungmin untuk kembali.
***
Berita mengenai Sungmin dan lainnya beserta masalah agresi militer itu memenuhi layar televisi, internet, dan koran. Semuanya membicarakan hal itu. Hingga saat Sungmin bersama kursi rodanya lewat, semuanya menatapnya. Sungmin sudah berada di tengah lapangan basket. Dung! Bola itu mental. Sudah berkali-kali ia mencobanya tapi bola itu selalu mental. Sungmin mencoba bangkit dari kursi roda itu hingga... Bruk! Lututnya terluka terkena lantai lapangan.
                “Tikus pabo!” seorang namja langsung membantunya berdiri dan mendudukkannya lagi di kursi roda.
                “Lepaskan tanganmu dari lututku!” omel Sungmin.
                “Diamlah!” namja yang ternyata adalah Kwangmin itu sedang memasang plester di lutut Sungmin.
                “Kenapa di sini? Kau tak pergi bersama pianikamu?”
                “Dia sedang bersama temannya. Sungminnie... Mianhae. Mianhae sudah membuatmu begini.”
                “Semuanya sudah terjadi. Kau tak perlu meminta maaf padaku,” ucapan Sungmin masih dingin seperti biasanya.
                “Jebal, hentikanlah nada dinginmu itu. Aku ingin kau memanggilku oppa lagi seperti dulu.”
                “Aku... Aku tak ingin memanggilmu seperti itu. Tapi, aku akan berusaha menghilangkan sifat dinginku padamu.”
                “Gomawo, Minnie-ah. Kau ingin bermain?”
                “Kajja.”
***
Kai sudah terbangun dari komanya. Ia tidak memulihkan keadaannya, ia langsung kembali ke Jepang dan hanya meninggalkan secarik kertas untuk Sungmin. Sungmin langsung membacanya.
Jo Sung Min, namamu tak terdengar seperti yeoja. Tapi dengan begitu namamu selalu terngiang dalam otakku. Mianhae, aku pergi tanpa pamit. Aku bahagia saat mendengar kau baik-baik saja. Ah, aku juga baik-baik saja. Aku harus cepat kembali karena ada banyak hal yang menungguku. Oh ya, tolong beritahu Minwoo, aku sangat berterima kasih padanya karena sudah menjagamu, ku hara ia akan selalu menjagamu. Mmm, kau ingat? Aku pernah mengatakan padamu kenapa aku pergi ke Jepang. Itu karena beberapa alasan. Yang pertama, appamu memiliki proyek di sana dan aku harus mengurusnya. Yang kedua, eommaku selalu berisik. Dan yang terakhir, karena aku ingin melupakan kenangan di Seoul. Aku tahu kau mencintai Minwoo begitu pula dengannya. Terlalu lama di Korea bisa membuat hatiku semakin sakit. Itulah alasanku pergi. Aku akan mengunjungimu jika ada waktu. Jaga dirimu baik-baik.
Yours,
Kai Jongin (Kkamjong)
Sungmin terdiam cukup lama, kedua tangannya melipat kertas itu dengan rapi. Matanya kembali terpaku pada seorang namja yang masih berbaring lemah bersama alat pendeteksi denyut jantung di hadapannya. Sungmin menyentuh jemari namja itu seakan ingin menyalurkan kekuatannya pada sang namja. Kembali, buliran bening membasahi pelupuk matanya.
                “Kau lebih pabo dari apa yang ku kira. Kau harusnya tak begini. Kau tak perlu menyelamatkanku. Seharusnya aku yang ada di ruangan ini sekarang. Kau... Bukankah dulu kau meledekku karena aku lebih lemah darimu? Buktikan kalau kau kuat. Ireona... Jebal ireona... Sudah cukup lama pabo... Ireona...” ucap Sungmin sambil menangis.
Sungmin menenggelamkan wajahnya di dada Minwoo. Ia terus menangis hingga tertidur. Deru nafas Sungmin mulai teratur. Yeoja cantik itu sepertinya sudah berada dalam buaian mimpi. Seorang namja berdiri memandanginya. Ia tersenyum kecil. Ia adalah Kai!
                “Aku akan setia menunggumu. Entah sampai kapan. Saat ini, asal kau bisa tersenyum karenanya. Aku rela menahan rasa ini dan membiarkanmu bersamanya,” gumam Kai pada dirinya sendiri sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11. 46 PM (KST). Tangan Minwoo mulai bergerak. Perlahan namja itu membuka kedua matanya. Ia sedikit terkejut melihat Sungmin masih tertidur di dadanya. Tangannya langsung membelai lembut rambut yeoja itu. Tiba-tiba pikiran isengnya keluar, ia menampilkan smirknya sebentar. Ia langsung memindahkan tubuh Sungmin ke sofa. Namja itu mulai menjalankan misinya. Ia melepas alat pendeteksi jantung dari tubuhnya hingga terlihat bahwa ia sudah mati. Kemudian ia menutup seluruh tubuhnya dengan kain putih. Tangannya langsung memencet nomor Sungmin agar dia bangun.
Drrttt... Drrrrttt...
Ponsel Sungmin sudah bergetar. Sungmin segera bangun dan meraih ponselnya. Minwoo Mickey Mouse. Nama itulah yang tertera di layar ponselnya. Tanpa sepengetahuan Sungmin, Minwoo langsung menaruh kembali ponselnya ke tempat semula. Sungmin mengerutkan keningnya. Minwoo masih koma, tidak mungkin dia bisa meneleponnya, hal itulah yang kini ada dalam pikirannya. Mata Sungmin langsung mencari dimana ponsel Minwoo berada. Sungmin langsung membelalakkan matanya saat melihat elektrokardiograf itu menunjukkan tanda strip panjang. Ia langsung menuju kursi rodanya dan melajukannya ke arah tubuh Minwoo yang sudah tertutupi kain putih. Sungmin membukanya dan menangis cukup kencang.
                “Berhasil,” batin Minwoo.
                “Yak! Pabo! Ireona! Jebal! Ireona! Jangan tinggalkan aku! Aku akan melakukan apapun keinginanmu asal kau sadar. Ah, arraseo. Dulu kau ingin aku mengucapkannya, kan? Baiklah! Aku akan ucapkan. Saranghaeyo oppa,” ucap Sungmin beserta air matanya yang terus berderai.
Minwoo ingin tertawa dalam hati. Otaknya sudah meluncurkan strategi baru lagi untuk mengerjai Sungmin. Sepertinya ia ingin balas dendam terhadap yeoja itu karena dulu ia sering dikerjai olehnya.
                “Bukankah dia penakut pada mayat yang tiba-tiba bisa hidup? Ah aku ingin melihatnya ketakutan,” batin Minwoo.
Grep! Tangan Minwoo langsung mencengkeramnya tangan Sungmin. Kedua mata namja itu langsung terbuka lebar. Sungmin benar-benar terkejut sekaligus ketakutan.
                “Aku adalah arwah No Min Woo,” ucap Minwoo dengan nada semenyeramkan mungkin.
                “Huwa! Kau setan! Cha! Pergi! Jangan ganggu aku! Pergi!” Sungmin langsung menarik tangannya dan berhasil.
Lalu... Grep! Minwoo langsung memeluknya erat. Namja itu tertawa kecil. Sungmin terus-terusan meronta minta dilepaskan. Sepertinya ia percaya jika Minwoo adalah makhluk gaib.
                “Yak! Pabo! Aku Minwoo bukan setan. Di jaman modern begini mana ada setan setampan diriku,” ujar Minwoo dengan watadosnya.
Sungmin berhenti meronta. Ia terdiam. Matanya menatap tajam ke arah Minwoo. ia sangat kesal pada namja ini sekarang. Bagaimana tidak? Ia mempermainkannya! Sungmin langsung meninju pelan dada bidang namja itu dan pergi meninggalkannya.
                “Dasar menyebalkan!” gerutu Sungmin.
Minwoo langsung tersenyum lebar dan tertawa sepuasnya setelah Sungmin pergi. Ini pertama kalinya ia melakukan hal tersebut kepada yeoja itu. Hasilnya? Sangat berhasil. Minwoo sudah melupakan rasa frustasinya. Ia sudah tahu bahwa appanya memang bersalah. Sejenak, ia menghentikan tawanya. Ia kembali mengingat semua yang diucapkan Sungmin padanya saat ia terbaring koma.
                “Aku sudah membuatnya cemas,” ucap Minwoo.
***
Tidak ada badai ataupun hujan salju saat ini. Tapi salju yang menutupi tanah itu masih ada. Sungmin menatap dalam pandangan ke sekelilingnya. Hembusan angin malam yang begitu dingin menerpa wajahnya. Kesal. Ia masih kesal atas apa yang baru saja Minwoo lakukan. Menurutnya itu sungguh tidak lucu. Grep! Jaket hangat dan kedua tangan seseorang langsung memeluknya. Sungmin membalikkan kepalanya, didapatinya Minwoo yang sedang memejamkan matanya.
                “Lepaskan aku,” ucap Sungmin dengan nada dinginnya.
                “Aku tak akan melepaskanmu untuk yang kedua kalinya.”
Sungmin tertegun. Untuk yang kedua kalinya? Ia sungguh tak mengerti ucapan Minwoo barusan. Minwoo saat ini sudah berlutut di hadapan Sungmin. Namja itu tersenyum kecil. Hal itu semakin membuat wajahnya menjadi lebih tampan.
                “Kau tau? Saat aku melepaskanmu, Kai-hyung datang padamu. Kau bahkan tampak mesra dengannya. Kini tak akan ku biarkan hal itu terjadi lagi. Karena...” Minwoo menggantungkan kalimatnya, ia menarik napas dalam.
                “Kau milikku,” lanjut Minwoo sambil menatap Sungmin dalam.
***
1 minggu kemudian...
                “Annyeong,” ucap Yongkyo seraya mengetuk pintu rumah Sungmin.
                “Annyeong, yeoja pianika! Ada apa?” Sungmin membuka pintu tersebut.
                “Um, Kwangmin ada?” tanya Yongkyo seraya menjinjitkan kakinya untuk melihat ke dalam rumah Sungmin.
                “Tumben. Mau apa? Jangan-jangan ada sesuatu,” ucap Sungmin seraya mendekatkan matanya ke mata Yongkyo.
                “Ah, aku hanya ingin bermain boneka Pikachu dengannya,” jawab Yongkyo dengan watadosnya.
                “Jiah -_-‘’ Ku kira ada apa. Kajja masuk saja!” ajak Sungmin.
Sungmin dan Yongk!” ajak Sungmin.
Sungmin dan Yongkyo segera masuk ke dalam. Sungmin langsung meninggalkan Yongkyo dan melanjutkan bermain game. Yongkyo berjalan menuju ke kamar Kwangmin.
                “Annyeong, Kwangminnie~” ucap Yongkyo seraya membuka pintu kamar Kwangmin tanpa mengetuknya dahulu, wajah Yongkyo terlihat kaget setelah itu.
                “Yak! Yeoja pianika! Dasar pabbo!” teriak Kwangmin seraya menutupi badannya dengan sehelai kain.
Yongkyo langsung menutup matanya dengan kedua tangan namun dia iseng-iseng mengintip. Kwangmin dengan sigapnya mendorong Yongkyo keluar dari kamarnya dan menutup pintunya.
                “Muehehehe,” Yongkyo tertawa kecil.
Beberapa saat kemudian Kwangmin keluar dari kamarnya dan sudah berpakaian. Yongkyo menatap Kwangmin dengan pandangan kosong namun terlihat begitu lucu.
                “Heh, yeoja pianika! Kau sungguh tak sopan, beraninya masuk kamarku tanpa mengetuk pintu. Tadi aku kan sedang memakai baju. Kau tidak melihat sesuatu kan?” ucap Kwangmin marah-marah tak jelas.
                “Muehehe kau begitu cungkring,” ucap Yongkyo seraya terus menertawakan Kwangmin hingga ia terlihat kesal, wajahnya mulai memerah bagai Angry Bird.
                “Kau juga. Begitu rata,” balas Kwangmin.
Bugh! Kepalan tangan Yongkyo langsung mendarat di perut Kwangmin. Ucapan Kwangmin barusan sangat menusuk hati Yongkyo. Kwangmin terlihat kesakitan jadi dia lompat-lompat (?).
                “Yak! Namja cungkring! Jaga ucapanmu!” ucap Yongkyo sambil mengacungkan telunjuknya di depan mulut Kwangmin.
                “Memang kenyataannya begitu kan? Kau kan...”
                “Rata. Iya juga yah. Ya udah sih,” sahut Yongkyo dengan nada datarnya.
Yeoja itu langsung melihat ke bawah ke arah dadanya itu. Dengan watadosnya dia meninggalkan Kwangmin begitu saja. Grep!
                “Kau mau kemana?” tanya Kwangmin seraya menggenggam lengan Yongkyo.
                “Aku juga tidak tahu,” jawab Yongkyo dingin.
                “Kajja kita bermain boneka Pikachu saja!” ajak Kwangmin dengan watadosnya.
                “Muehehe! Kajja! Kebetulan aku membawa boneka Pikachu.”
Dan seperti biasa, berakhir dengan bermain boneka Pikachu. XD
***
Suasana graduation tampak begitu riuh. Semuanya lulus. Tampak guratan bahagia di masing-masing wajah mereka tak terkecuali Kwangmin, Sehun, dan Minwoo. Bahkan Kwangmin dengan bangganya memamerkan ijazah beserta buku tahunannya kepada semua murid.
                “Hadirin yang berbahagia, acara selanjutnya adalah persembahan lagu perpisahan oleh Jung Yong Kyo, pianis muda yang telah meraih banyak prestasi di sekolah ini. Inilah Jung Yong Kyo –Winter Sonata-“ ucap seorang MC.
Yongkyo yang merasa namanya dipanggil langsung naik ke atas panggung dengan gaun berwarna Sapphire Blue selutut dan rambut hitamnya yang terurai dengan poni sebatas alis. Semua penonton duduk di kursi masing-masing. Yongkyo mulai memainkan pianonya. Semua penonton terlihat menikmati alunan piano tersebut bahkan Kwangmin.
                “Yongkyo! Aaaa...! Yongkyo! Yongkyo! Yongkyo!.... Gol!!!” teriak Kwangmin dengan alaynya seraya mengangkat-angkat tangannya.
Krik... Krik... Yongkyo menghentikan alunan pianonya seketika. Semua penonton termasuk Yongkyo menatap tajam ke arah Kwangmin yang sedang asyik melompat-lompat (?) di barisan belakang kursi penonton. Suasana aula sangat sunyi saat ini. Tak ada satu pun suara yang terdengar kecuali suara jangkrik (?). Kwangmin terus mematung di sana dan memasang wajah malu sekaligus senyam-senyum tak jelas.
-1 menit kemudian-
Suasana masih sama.
-2 menit kemudian-
Suasana tidak berubah.
-5 menit kemudian-
Krik... Krik... Krik...
-10 menit kemudian-
                “Ah, sudahlah... jangan menataapku terus. Aku tahu kalian itu nge-fans kan padaku. Ya, ku akui lah aku ini namja kece, pintar, dan yang sebentar lagi punya ABS. Tapi aku lelah berdiri mematung di sini dan dipandang oleh ratusan fans,” ucap Kwangmin tak jelas dan panjang x lebar x tinggi = volume balok.
                “Huuu....” semua orang di aula tersebut menyuraki Kwangmin dan melemparinya dengan botol aqua (?).
Sret! Dengan sigapnya Yongkyo sudah di depan Kwangmin dan memeluknya, sehingga badan Yongkyo lah yang terkena lemparan-lemparan tersebut. yongk      “Huuu....” semua orang di aula tersebut menyuraki Kwangmin dan melemparinya dengan botol aqua (?).
Sret! Dengan sigapnya Yongkyo sudah di depan Kwangmin dan memeluknya, sehingga badan Yongkyo lah yang terkena lemparan-lemparan tersebut. Yongkyo langsung menyeret Kwangmin keluar aula dan mengikatnya di pohon agar tidak berbuat ulah lagi.
                “Kau diam di sini! Tidak akan lama,” ucap Yongkyo seraya memberikan senyum tidak ikhlas (?).
                “Yak! Padahal tadi kan sudah so sweet, masa akhirnya di ikat di pohon? Tidak seru kau!” seru Kwangmin seraya memonyongkan bibirnya.
                “Ye. Terserah aku lah! Sudah diam! Aku segera kembali,” ucap Yongkyo dingin, dia langsung memasang selotip di mulut Kwangmin dan segera kembali ke panggung.
                “Um... Um... Um...”
***
                “Mereka benar-benar couple yang gila..” ucap Yeonmi seraya menggelengkan kepalanya.
                “Bukan gila, tapi sarap (?),” celetuk Sungmin.
                “Hey! Kalian sedang membicarakan apa?” tanya Yongkyo yang tiba-tiba datang.
                “Ah. Anniyo. Yongkyo-ah, sebenarnya hubunganmu dengan Kwangmin itu bagaimana?” ucap Yeonmi bohong.
                “Hubungan apa? Biasa saja,” jawab Yongkyo dengan watados.
                “Kalian terlihat seperti dua anak manusia yang autis,” ucap Sungmin.
                “Mwo? Jinjjayo? Apakah kami berdua segila itu?” tanya Yongkyo yang mendadak alay.
                “Biasa saja, tidak usah berlebihan seperti itu,” ucap Yeonmi seraya menjitak dahi Yongkyo.
                “Dia kan sudah tertular namja kuning itu,” sahut Sungmin sambil melirik ke arah Kwangmin.
                “Um...” Kwangmin terus mencoba berbicara namun mulutnya masih kena selotip yang tadi Yongkyo pasang untuknya.
                “Omona! Aku lupa satu hal,” ucap Yongkyo langsung berlari ke pohon tempat Kwangmin diikat, Yongkyo langsung melepas selotip di mulut Kwangmin dan melepas tali yang mengikat namja itu juga.
                “Kenapa lama sekali?” omel Kwangmin.
                “Mianhae, aku lupa,” jawab Yongkyo sambil unjuk gigi (?).
Kwangmin diam mendadak. Dia langsung pergi entah kemana, ke alam bawah sadar (?) mungkin. Dan Yongkyo sendiri langsung kembali bergabung bersama Yeonmi dan Sungmin.
***
                “Hey, kajja! Kita foto bersama!” ujar Sehun seusai graduation.
                “Huwaa... Kajja oppa! Sungmin, Kwangmin oppa, Yongkyo, Minwoo oppa, kajja!” ajak Yeonmi.
Sungmin, Kwangmin, Minwoo, dan Yongkyo menoleh. Mendapati kedua manusia itu yang sedang tersenyum sembari memegang kamera.
                “Kajja Sungmin-ah,” ujar Minwoo sembari mendorong kursi roda Sungmin.
Sungmin hanya diam, bibirnya benar-benar tertutup rapat. Minwoo mendorong kursi roda Sungmin menuju Sehun dan Yeonmi. Kwangmin tersenyum lalu mengulurkan tangannya yang langsung disambut baik oleh Yongkyo. Mereka berempat berjalan beriringan menuju ke Hun-Mi yang sudah bersiap.
                “Ahra-ya!” panggil Yeonmi pada salah satu siswi teman sekelasnya yang menghadiri graduation itu.
                “Wae?” jawabnya singkat.
                “Tolong fotokan kami ne?” pinta Yeonmi.
                “Ne, ne, arraseo!” jawab yeoja itu.
Yeonmi segera menyerahkan kamera yang sedari tadi di pegangnya pada Ahra. Ahra langsung menerimanya dan bersiap akan memotret para manusia itu.
                “Bersiap!” ujar Ahra.
Yeonmi, Sehun, Sungmin, Minwoo, Yongkyo dan Kwangmin berdiri berjejeran. Kecuali Sungmin yang tentu saja duduk di kursi rodanya.
                “Hana... Dul... Set...”
Klik. Jepret!
                “Wah... Pose kalian sangat bagus,” komentar Ahra setelah melihat hasil jepretannya.
Yeonmi bengong dengan wajah merona. Sungmin diam dengan tangan terlipat di atas perutnya dan mengeluarkan aura dingin khasnya. Yongkyo tersenyum menampakkan eye smilenya. Di layar kamera terlihat jelas Sehun yang sedang mencium pipi Yeonmi. Minwoo yang memeluk Sungmin dari samping, wajahnya menempel di rambut Sungmin yang tergerai. Kwangmin yang langsung memposisikan dirinya di belakang Yongkyo dan memeluknya, menaruh dagunya di bahu Yongkyo.
                “Haha, kau lucu sekali Yeon-ah!” gelak tawa Sehun menyadarkan Yeonmi.
                “Yak! Oppa!” teriak Yeonmi jengkel.
                “Kau bilang apa tadi?” tanya Sungmin pada Minwoo dengan nada dingin.
                “Kau milikku,” jawab Minwoo watados.
                “Yak! Sejak kapan aku jadi milikmu?!” tanya Sungmin jengkel.
                “Sejak kau bilang ‘saranghaeyo oppa’ padaku,” jawab Minwoo santai.
Blush. Wajah Sungmin memanas seketika. Ya, Sungmin memang mengatakannya, tapi itu tidak dari hatinya. Ia mengucapkannya hanya untuk membuat Minwoo cepat sadar dari komanya.
                “Haha. Wajahmu lucu sekali. Semerah tomat!” ujar Minwoo.
Mendengar itu, Sungmin mendelik dan mendengus kesal. Bugh! Kepalan tangan Sungmin mendarat mulus di perut Minwoo.
                “Arrgghh!” erang namja itu.
Sungmin pun langsung melajukan kursi rodanya untuk pergi setelah meninju perut Minwoo dan membuatnya merintih. Grep!
                “Ayolah. Aku hanya bercanda. Tinjumu tadi itu sakit,” ujar Minwoo memelas seraya memeluk Sungmin dari belakang, dan langsung menggendongnya ala bridal.
                “Saranghae,” lanjut Minwoo singkat tapi mendalam.
Sungmin yang belum sempat meronta semakin diam. Minwoo mengeratkan tangannya. Ia menatap Sungmin dalam dan mengecup keningnya singkat. Keempat anak manusia nan jahil yakni Hun-Mi dan Kwang-Yong yang melihat Tikus Couple segera memotretnya. Mengabadikan moment indah itu. Hihi.


_____FIN/END_____

Gimanakah readerdeul? Silahkan berkomentar ria tentang FF ini, kkk~. Gomawo udah mau baca FF ini ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar