Kamis, 31 Mei 2012

[CERPEN] CAN'T STOP LOVING YOU


TITTLE: CAN’T STOP LOVING YOU
AUTHOR: WULAN
GENRE: ROMANCE, ETC
MAIN CAST: MEGA, IQBAL,
OTHER CAST: DHEA, ALFIDA, ETC


[AUTHOR POV]
Suasana pagi di rumah Mega begitu sepi. Wae? Itu karena kedua orangtua Mega sedang pergi ke luar kota. Sedangkan Mega hanya bersama yeodongsaengnya, Dhea.
[MEGA POV]
Good morning all there! This day’s very perfect. Karena aku akan berjalan-jalan dengan biasku, Iqbal. Aku sangat menyukainya sejak kecil. Sikapnya yang lembut membuatku semakin melting. Sudah jam 6.30, berarti dia akan datang. Aku harus cepat mandi dan berdandan. Saat aku sedang memilih jepit rambut yang akan ku gunakan, tiba-tiba seseorang masu. Dia yeodongsaengku.
                “Eonni, kau mau kemana? Tampil seperfect ini. Biar ku tebak. Pasti eonni mau menemui Iqbal-oppa kan? Hayo?” kata Dhea yeodongsaengku.
                “Hush. Anak kecil nggak usah ikut-ikutan,” kataku padanya.
                “Hm. Baiklah. Tapi beri aku uang ya, aku ingin membeli es krim,” pintanya sambil tersenyum menyebalkan padaku.
                “Hm. Uangnya ada di atas kulkas. Aku pergi dulu ya, saeng,” aku langsung menyambar tasku dan pergi.
Iqbal-oppa sudah duduk di kursi yang ada di depan rumahku. Aku segera menghampirinya.
                “Oppa, kau sudah lama ya di sini?” tanyaku.
                “Ah, kau. Anio, aku baru saja datang. Kajja kita pergi,” dia lalu menggandeng tanganku .

[IQBAL POV]
Mega terlihat begitu cantik dengan pita berwarna biru yang menempel di atas kepalanya itu. Ini membuatku semakin menyukainya. Apa dia juga menyukaiku? Aku mempererat gandengan tanganku.
                “Kau tau tidak?” aku membuka percakapan.
                “Tau apa?” tanyanya.
                “Tempat yang sangat menarik, indah, dan menyenangkan. Kau tau tidak?”
                “Apa ya?” dia berpikir sebentar.
                “Apa?” tanyaku.
                “Aku tidak tau, oppa,” jawabnya.
                “Kalo begitu akan aku beri tahu.”
Kami berdua sampai di pinggir danau yang berwarna biru itu. Aku berharap Mega menyukai tempat ini sepertiku menyukai tempat ini.

[MEGA POV]
Benar-benar danau yang luar biasa. Aku sendiri tidak tau jika ada tempat sebagus ini. Gomawo, oppa, sudah mengajakku ke sini.
                “Bagaimana menurutmu? Beautiful right?” tanya bias tiba-tiba.
                “Ne, oppa. It’s place very beautiful. I can’t forget it,” jawabku sambil menikmati udara yang segar di sini.

[AUTHOR POV]
Mega dan Iqbal berlarian di pinggiran danau seperti layaknya sepasang kekasih. Mereka berdua nampak senang. Tapi kesenangan mereka berhenti setelah ponsel Iqbal berbunyi.
                “Yeoboseyo...” ucap Iqbal di telepon.
                “Nado yeoboseyo. Iqbal?” balas suara di ujung telepon.
                “Ne, naega Iqbal. Wae?” tanya Iqbal.
                “Iqbal, ini eomma.”
                “Wae, eomma?” tanya Iqbal.
                “Kamu pulang sekarang. Eomma dan Appa ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu.”
Iqbal ijin pamit pada Mega.
                “Mega, mianhae. Aku harus pulang sekarang. Eomma menyuruhku pulang katanya ada sesuatu yang penting. Aku akan mengantarmu pulang ya,” kata Iqbal pada Mega.
                “Ah, anio, oppa. Aku tidak ingin pulang. Aku pulang sendiri saja,oppa. Oppa pulang saja,” balas Mega.
Iqbal lalu pergi meninggalkan Mega. Mega masih berdiri di pinggiran danau itu.

[MEGA POV]
Padahal aku sangat berharap jika hari ini kita bersama terus. Tapi sayang, eommamu menyuruhmu pulang untuk sesuatu yang penting. Gwaenchana, aku bisa mengertimu oppa..

[AUTHOR POV]
Iqbal sampai di rumahnya. Ia segera masuk ke rumah. Terlihat wajah eomma dan appanya serius. Mereka sedang membicarakan suatu yang serius sepertinya. Iqbal lalu duduk di samping eommanya.
                “Ada apa, eomma?” tanya Iqbal kemudian.
                “Chagi, kami ingin...” eomma memutuskan kalimatnya.
                “Kami ingin menjodohkanmu dengan anak dari Presdir perusahaan MEISHO group,” lanjut appanya Iqbal.
                “Mwo?! Anio, eomma, appa! Aku tidak mau!” bentak Iqbal.
                “Kau tidak bisa menolaknya, chagi,” kata eommanya.
                “Turutilah. Jika kau masih sayang dengan eomma dan appamu. Ini juga demi dirimu dan juga demi perusahaan keluarga kita,” sambung appanya.
Iqbal langsung masuk ke kamarnya. Dia juga mengunci pintu kamarnya.

[IQBAL POV]
Apa ini?! Kenapa ini semua tidak adil bagiku! Aku tidak mungkin menikah dengan yeoja yang sama sekali tidak aku cintai. Dan aku masih sangat mencintai Mega. Kenapa semua ini terjadi padaku? Waeyo?! Jebal, eomma appa, batalkan perjodohan ini. Jebal...

[AUTHOR POV]
Di sisi lain, Mega sedang melempar-lemparkan batu ke danau. Karena saking betenya, akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Tanpa sengaja, seseorang menabraknya hingga terjatuh.
                “Mianhae, noona. Aku sungguh tidak sengaja,” ucap namja itu.
                “Ah, gwenchana,” ucap Mega sambil tersenyum.
                “Namamu siapa?” tanya namja itu.
                “Mega imnida. Kalo kamu?”
                “Fachri imnida. Apa besok aku boleh menemuimu? Aku orang baru di sini.”
                “Jeoseumnida.”
                “Dimana alamat rumahmu?”
                “Ini,” Mega memberikan selembar kertas yang berisi alamat rumahnya.
                “Gomawo,” Fachri menerima kertas itu.
                “Cheonma. Aku pulang dulu ya. Paii paii..” Mega berlari pulang.

[FACHRI POV]
Jantungku serasa berdegup sangat cepat ketika melihat senyuman manisnya. Apa aku menyukainya? Tapi bagaimana bisa secepat ini? Aneh.

[AUTHOR POV]
Pagi harinya, sinar matahari yang menyinari kamar Mega tidak membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Kecuali yang terjadi saat ini. Seseorang masuk ke kamarnya. Dia adalah Fachri. Fachri tetap berdiri di depan pintu kamar Mega, menungguinya bangun. Tapi karena lama, Dhea langsung menarik bantal Mega.
                “Eonni! Sudah pagi! Cepat bangun! Kasihan oppa yang ada di sana!” Dhea marah-marah.
                “Hoaaam,” Mega menguap sambil ngulet dulu di atas kasur.
Tapi tiba-tiba dia melek. Dia lupa kalo Fachri akan menemuinya hari ini. Fachri yang ada di depan pintu hanya tersenyum.
                “Oppa.. Aku bersiap-siap dulu ya. Oppa tunggu saja di depan,” Mega langsung berlari.
Beberapa saat kemudian, Mega sudah terlihat cantik dengan jeans selutut dan kaos berpitanya itu.
                “Jeoseumnida, oppa.”
                “Ne. Kajja kita pergi,” Fachri menggandeng tangan Mega.
Dhea hanya memandang kepergian mereka.
                “Aku bingung. Siapa sebenarnya bias eonni? Fachri-oppa atau Iqbal-oppa? Benar-benar membuatku bingung. Dan tumben sekali Iqbal-oppa tidak datang ke sini,” batin Dhea.
Di rumah, Iqbal masih tidak percaya dengan ucapan kedua bumonimnya. Selain itu, dia menunggu kedatangan sepupunya yang juga sahabatnya dari Amerika.
[IQBAL POV]
Aku benar-benar tidak suka dengan hidupku sekarang. Semuanya begitu tidak adil untukku. Fachri, kau dimana? Katanya kemarin kau sudah sampai di sini. Tapi kenapa kau tidak datang ke sini? Apa kau sudah melupakanku?
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku.
                “Chagi, ada sepupumu, Fachri di ruang tamu. Cepat keluar,” perintah eomma sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku.
Aku segera keluar menuju ke ruang tamu. Ne, terlihat dari jauh, itu Fachri dan seorang yeoja. Mwo?! Mega?! Kenapa dia bisa bersama Mega?!
                “Hey, Iqbal!” panggil Fachri.
Aku segera duduk di salah satu sofa yang berada di depan mereka.
                “Apa kabar?” tanya Fachri padaku.
                “Baik. Bagaimana denganmu?”
                “Sama sepertimu.”
                “Wait a minutes. Kenapa dia bisa bersamamu?” aku penasaran.
                “Oh. Aku bertemu dengannya kemarin. Dan dia yang menunjukkan padaku dimana rumahmu. Kalian berdua saling kenal ya?” jelas Fachri.
                “Ne. Kami sangat akrab.”
                “Chagi, Fachri akan tinggal di sini sampai liburannya selesai. Eomma pergi dulu karena ada urusan mendadak di kantor,” kata eomma yang tiba-tiba muncul.
Aku tidak berani menatap Mega. Aku takut. Aku takut jika aku tidak bisa melupakannya selamanya. Aku masih menyayanginya. Mega, saranghaeyo. Choahaeyo, Mega.
***
Malam harinya, Iqbal dan Fachri sedang asyik mengobrol. Fahri menceritakan perasaannya tentang Mega pada Iqbal. Iqbal sebenarnya juga ingin mengatakan hal yang sama dengan Fachri. Tetapi dia tidak ingin melukai perasaan Fachri. Saat sedang asyik mengobrol, eomma Iqbal  sudah masuk di kamar mereka.
                “Chagi, kami ingin kau besok menemui Alfida di dermaga Jeo. Kau harus ke sana, temui dia,” perintah eommanya lalu pergi.
                “Alfida? Jadi yeoja itu yang akan dijodohkan denganmu?” tanya Fachri pada Iqbal.
                “Ne. Tapi sungguh, aku benar-benar tidak menyukainya. Secantik apapun dia,” jawab Iqbal.
                “Waeyo?” tanya Fachri lagi.
                “Itu karena ada seorang  yeoja yang aku sayangi,” jawab Iqbal.
                “Siapa yeoja itu?”
                “Suatu saat kau akan tau.”
Malam semakin larut. Iqbal sudah tertidur pulas. Tapi Fachri masih belum bisa tidur. Dia kemudian duduk di meja belajar Iqbal. Dia menemukan sebuah foto.

[FACHRI POV]
Ini foto Mega dan Iqbal. Apa ini?
                “Mega saranghaeyo,” batinku saat membaca tulisan yang ada dibalik foto itu.
Jadi, yang dia maksud yeoja yang dia sayangi itu Mega. Tapi dia dijodohkan dengan yeoja lain. Ini kesempatanku untuk mendapatkan Mega.
***
Iqbal akan pergi ke dermaga itu. Tapi Mega menghentikannya.
                “Annyeong oppa. Kau mau kemana?” tanya Mega.
                “Aku akan berjalan-jalan.”
                “Boleh aku ikut?”
                “Ten, tentu saja boleh.”
Mega diajak Iqbal berjalan-jalan, memakan es krim, dan menaiki kuda bersama. Setelah sore, Iqbal mengajak Mega ke dermaga. Di sana sudah berdiri seorang yeoja cantik.

[MEGA POV]
Siapa yeoja cantik yang berdiri di sana? Kenapa bias mengajakku ke sana dan mendekatinya?
Kami berhenti tepat di depan yeoja cantik itu.
                “Kau sudah lama menunggu?” tanya bias sambil tersenyum manis padanya.
Siapa dia? Kenapa dia bisa membuat bias tersenyum sangat manis seperti tadi? Membuatku sakit hati saja.
                “Anio, gwaenchana. Siapa yeoja yang manis ini?” tanyanya dengan senyum yang memuakkanku.
                “Dia ini yeodongsaengku, Alfida. Namanya Mega,” jawaban bias benar-benar membuatku ingin menangis. Jadi selama ini bias hanya menganggapku sebagai yeodongsaengnya saja. Perlahan air mata mulai menetes di pipiku. Aku mulai menangis. Waeyo oppa? Waeyo? Aku sedih sekali.
Tanpa aku sadari, air mataku mengucur deras sekali di pipiku. Aku sebaiknya harus pergi dari sini. Sebelum bias dan yeojachingunya mengetahui jika aku menangis. Aku menghapus air mataku dan pergi. Aku tidak mau mengacaukan hari bias.
                “Oppa, eonni, aku ke toilet dulu,” ucapku lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Aku tidak pergi ke toilet, aku hanya duduk di sebuah kursi yang terletak agak jauh dari dermaga.
                “Gunakanlah ini untuk menghapus air matamu itu,” seseorang memberiku sapu tangan.
                “Gomawo,” jawabku lalu mengambil sapu tangan yang diulurkannya.
                “Kau baik-baik saja?” tanya orang itu yang ternyata adalah Fachri-oppa.
                “Gwaenchana.”
                “Baiklah. Apa kau mau pulang?” tanyanya lagi.
                “Sepertinya lebih baik begitu,” jawabku.
Seseorang menghampiri kami berdua. Dia adalah bias. Waeyo? Wae bias ke sini?
                “Ternyata kau di sini. Aku akan mengantarmu pulang, karena hari sudah gelap. Kajja,” bias menarik tanganku. Aku segera melepaskannya. Dia memandangku.
                “Anio, oppa. Aku akan pulang bersama Fachri-oppa. Kajja oppa, kita pergi,” aku menggandeng tangan Fachri-oppa. Sedangkan bias hanya memandangiku dari jauh.

[FACHRI POV]
Kali ini aku mendapat celah. Aku tau, Mega sedang sedih karena Iqbal. Ini adalah kesempatan emasku untuk mendapatkan hatinya. Walaupun, aku sadar dia sepertinya sangat menyukai Iqbal.
***
[IQBAL POV]
Sudah 4 hari aku tidak bertemu dengannya. Rasanya sungguh menyakitkan. Aku ingin sekali bertemu dengannya. Tapi aku tau dia marah padaku.

[MEGA POV]
Siapa makhluk menyebalkan yang mengganggu tidurku di pagi yang indah ini? Awas ya! Aku segera menuju ke ruang tamu untuk menemui makhluk menyebalkan yang berani mengganggu kenyenyakan tidurku.
Aku terkejut melihatnya. Dia?! Yeoja itu! Kenapa dia bisa datang ke sini?! Darimana dia tau rumahku?! Sungguh membuat moodku menjadi buruk.
                “Annyeong, eonni,” sapaku sambil tersenyum yang dipaksakan.
                “Mianhae, karena aku telah mengganggu kenyenyakan tidurmu,” ucapnya sambil tersenyum yang selalu membuatku semakin membencinya.
                “Ne. Sangat benar. Kau itu selalu merusak mood baikku. Rasanya aku ingin mengusirmu dari hidupku. Kau tau! Aku sangat menyukai bias! Kenapa kau malah merebutnya!” batinku.
                “Kenapa kau diam?” tanya yeoja itu.
                “Ah, anio. By the way, ada apa eonni ke sini?”
                “Aku hanya ingin bertanya soal Iqbal.”
                “Lebih baik eonni tanyakan sendiri pada orangnya.”
                “Tapi, aku berpikir kau lebih tau tentangnya. Karena aku tau kalian sangat dekat. Dan Iqbal juga sering menceritakanmu padaku.”
Ucapannya sungguh membuatku bangkit kembali. Padahal bias hanya menganggapku sebagai yeodongsaengnya saja. Ternyata dia juga menceritakanku. Tapi sebaiknya aku harus melupakannya. Walaupun aku tidak bisa berhenti menyukainya. Dan aku memilih Fachri-oppa saja. Dia namja yang baik dan penuh perhatian padaku. Setidaknya hanya dia yang mungkin bisa menggantikan posisi bias di hatiku.
                “Oh, begitu. Dia namja yang baik. Dan pasti akan sangat cocok denganmu,” kataku walau hatiku sakit.
                “Jinjja? Aku ingin sekali mempunyai yeodongsaeng sepertimu,” dia tersenyum lagi.
                “Aku berharap kalian bisa bersama.”
                “Ne, aku juga berharap begitu. Aku sepertinya harus pulang. Lain kali aku akan main ke sini ya. Dan jika kau ingin ke rumahku jangan sungkan ya.”
Akhirnya dia pergi juga. Aku benci dia. Aku tidak bisa berhenti mencintai bias. Aku masih menyayanginya.
***
Semakin lama aku semakin dekat dengan Fachri-oppa. Memang aku menyukainya sekarang, tapi aku masih tetap tidak bisa berhenti menyukai bias. Hanya bias yang membuatku benar-benar tersenyum.
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku melihat siapa yang meneleponku. Ternyata Fachri-oppa.
                “Yeoboseyo,” sapa Fachri-oppa di telepon.
                “Nado yeoboseyo oppa,” balasku.
                “Kau ada acara tidak?” tanyanya.
                “Aku sedang tidak ada acara, oppa. Waeyo?”
                “Aku akan mengajakmu jalan-jalan. Tunggu di rumah ya,” Fachri-oppa lalu memutuskan sambungan teleponnya.
Malam-malam begini jalan-jalan? Tapi biarlah, tidak enak juga menolaknya.
                “Kajja, kita jalan-jalan,” oppa menarik tanganku.
Terasa sedikit kecanggungan antara kami berdua. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir kami berdua.
                “Aku berharap kita bisa seperti ini terus,” oppa membuka suara.
                “Hm,”  responku.
***
[IQBAL POV]
Aku tidak bisa seperti ini terus. Eomma dan appaku terus memaksaku untuk bertunangan dengan yeoja itu. Aku tidak mau. Aku harus menemui Mega.
Mega sedang menyirami tanaman di halaman rumahnya. Aku mengendap-endap dan langsung memeluknya dari belakang.

[AUTHOR POV]
Kejadian romantis itu ternyata dilihat oleh Fachri. Entah apa yang terjadi dengannya. Setelah melihat kejadian itu dia memegangi kepalanya dan pergi dari tempat itu.

[MEGA POV]
Aku benar-benar kaget dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba bias memelukku dengan erat.
                “Op... Oppa?” ucapku.
                “Ne.”
                “Oppa, lepaskan,” aku mencoba melepaskannya.
                “Hm, baiklah.”
Bias melepaskanku. Dia menatapku tajam. Seperti ada yang ingin dia katakan, mungkin masalah yang cukup serius.
                “Mega, apa kau menyukaiku?” tanya bias yang membuatku tersentak.
                “Mwo?! Ne, oppa. Aku menyukaimu,” jawabku jujur.
                “Jeongmall? Apa kau mau membantuku?” tanyanya.
                “Bantu apa, oppa?”
                “Aku disuruh bertunangan dengan yeoja itu. Kau pasti tau yeoja yang ku maksud. Tapi aku tidak ada perasaan sama sekali dengan yeoja itu.”
                “Lalu?”
                “Pergilah bersamaku. Aku tidak mau bertunangan dengannya. Aku sudah berusaha mencintainya. Tapi tetap saja aku tidak bisa. Aku tidak bisa berhenti mencintaimu, changia.”
                “Aku juga oppa. Aku juga tidak bisa berhenti mencintaimu. Walaupun aku sudah berusaha mencintai orang lain.”
Kami memutuskan untuk berterus terang pada semuanya. Kami tidak bisa dipisahkan. Dan kami pun bersama.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar