TITTLE: CAN’T STOP LOVING YOU
AUTHOR: WULAN
GENRE: ROMANCE, ETC
MAIN CAST: MEGA, IQBAL,
OTHER CAST: DHEA, ALFIDA, ETC
[AUTHOR POV]
Suasana pagi di rumah Mega begitu sepi. Wae? Itu karena
kedua orangtua Mega sedang pergi ke luar kota. Sedangkan Mega hanya bersama
yeodongsaengnya, Dhea.
[MEGA POV]
Good morning all there! This day’s very perfect. Karena aku
akan berjalan-jalan dengan biasku, Iqbal. Aku sangat menyukainya sejak kecil.
Sikapnya yang lembut membuatku semakin melting. Sudah jam 6.30, berarti dia
akan datang. Aku harus cepat mandi dan berdandan. Saat aku sedang memilih jepit
rambut yang akan ku gunakan, tiba-tiba seseorang masu. Dia yeodongsaengku.
“Eonni,
kau mau kemana? Tampil seperfect ini. Biar ku tebak. Pasti eonni mau menemui
Iqbal-oppa kan? Hayo?” kata Dhea yeodongsaengku.
“Hush.
Anak kecil nggak usah ikut-ikutan,” kataku padanya.
“Hm.
Baiklah. Tapi beri aku uang ya, aku ingin membeli es krim,” pintanya sambil
tersenyum menyebalkan padaku.
“Hm.
Uangnya ada di atas kulkas. Aku pergi dulu ya, saeng,” aku langsung menyambar
tasku dan pergi.
Iqbal-oppa sudah duduk di kursi yang ada di depan rumahku.
Aku segera menghampirinya.
“Oppa,
kau sudah lama ya di sini?” tanyaku.
“Ah,
kau. Anio, aku baru saja datang. Kajja kita pergi,” dia lalu menggandeng
tanganku .
[IQBAL POV]
Mega terlihat begitu cantik dengan pita berwarna biru yang
menempel di atas kepalanya itu. Ini membuatku semakin menyukainya. Apa dia juga
menyukaiku? Aku mempererat gandengan tanganku.
“Kau
tau tidak?” aku membuka percakapan.
“Tau
apa?” tanyanya.
“Tempat
yang sangat menarik, indah, dan menyenangkan. Kau tau tidak?”
“Apa
ya?” dia berpikir sebentar.
“Apa?”
tanyaku.
“Aku
tidak tau, oppa,” jawabnya.
“Kalo
begitu akan aku beri tahu.”
Kami berdua sampai di pinggir danau yang berwarna biru itu.
Aku berharap Mega menyukai tempat ini sepertiku menyukai tempat ini.
[MEGA POV]
Benar-benar danau yang luar biasa. Aku sendiri tidak tau
jika ada tempat sebagus ini. Gomawo, oppa, sudah mengajakku ke sini.
“Bagaimana
menurutmu? Beautiful right?” tanya bias tiba-tiba.
“Ne,
oppa. It’s place very beautiful. I can’t forget it,” jawabku sambil menikmati
udara yang segar di sini.
[AUTHOR POV]
Mega dan Iqbal berlarian di pinggiran danau seperti layaknya
sepasang kekasih. Mereka berdua nampak senang. Tapi kesenangan mereka berhenti
setelah ponsel Iqbal berbunyi.
“Yeoboseyo...”
ucap Iqbal di telepon.
“Nado
yeoboseyo. Iqbal?” balas suara di ujung telepon.
“Ne,
naega Iqbal. Wae?” tanya Iqbal.
“Iqbal,
ini eomma.”
“Wae,
eomma?” tanya Iqbal.
“Kamu
pulang sekarang. Eomma dan Appa ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu.”
Iqbal ijin pamit pada Mega.
“Mega,
mianhae. Aku harus pulang sekarang. Eomma menyuruhku pulang katanya ada sesuatu
yang penting. Aku akan mengantarmu pulang ya,” kata Iqbal pada Mega.
“Ah,
anio, oppa. Aku tidak ingin pulang. Aku pulang sendiri saja,oppa. Oppa pulang
saja,” balas Mega.
Iqbal lalu pergi meninggalkan Mega. Mega masih berdiri di
pinggiran danau itu.
[MEGA POV]
Padahal aku sangat berharap jika hari ini kita bersama
terus. Tapi sayang, eommamu menyuruhmu pulang untuk sesuatu yang penting.
Gwaenchana, aku bisa mengertimu oppa..
[AUTHOR POV]
Iqbal sampai di rumahnya. Ia segera masuk ke rumah. Terlihat
wajah eomma dan appanya serius. Mereka sedang membicarakan suatu yang serius
sepertinya. Iqbal lalu duduk di samping eommanya.
“Ada
apa, eomma?” tanya Iqbal kemudian.
“Chagi,
kami ingin...” eomma memutuskan kalimatnya.
“Kami
ingin menjodohkanmu dengan anak dari Presdir perusahaan MEISHO group,” lanjut
appanya Iqbal.
“Mwo?!
Anio, eomma, appa! Aku tidak mau!” bentak Iqbal.
“Kau
tidak bisa menolaknya, chagi,” kata eommanya.
“Turutilah.
Jika kau masih sayang dengan eomma dan appamu. Ini juga demi dirimu dan juga
demi perusahaan keluarga kita,” sambung appanya.
Iqbal langsung masuk ke kamarnya. Dia juga mengunci pintu
kamarnya.
[IQBAL POV]
Apa ini?! Kenapa ini semua tidak adil bagiku! Aku tidak
mungkin menikah dengan yeoja yang sama sekali tidak aku cintai. Dan aku masih
sangat mencintai Mega. Kenapa semua ini terjadi padaku? Waeyo?! Jebal, eomma
appa, batalkan perjodohan ini. Jebal...
[AUTHOR POV]
Di sisi lain, Mega sedang melempar-lemparkan batu ke danau.
Karena saking betenya, akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Tanpa sengaja,
seseorang menabraknya hingga terjatuh.
“Mianhae,
noona. Aku sungguh tidak sengaja,” ucap namja itu.
“Ah,
gwenchana,” ucap Mega sambil tersenyum.
“Namamu
siapa?” tanya namja itu.
“Mega
imnida. Kalo kamu?”
“Fachri
imnida. Apa besok aku boleh menemuimu? Aku orang baru di sini.”
“Jeoseumnida.”
“Dimana
alamat rumahmu?”
“Ini,”
Mega memberikan selembar kertas yang berisi alamat rumahnya.
“Gomawo,”
Fachri menerima kertas itu.
“Cheonma.
Aku pulang dulu ya. Paii paii..” Mega berlari pulang.
[FACHRI POV]
Jantungku serasa berdegup sangat cepat ketika melihat
senyuman manisnya. Apa aku menyukainya? Tapi bagaimana bisa secepat ini? Aneh.
[AUTHOR POV]
Pagi harinya, sinar matahari yang menyinari kamar Mega tidak
membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Kecuali yang terjadi saat ini. Seseorang
masuk ke kamarnya. Dia adalah Fachri. Fachri tetap berdiri di depan pintu kamar
Mega, menungguinya bangun. Tapi karena lama, Dhea langsung menarik bantal Mega.
“Eonni!
Sudah pagi! Cepat bangun! Kasihan oppa yang ada di sana!” Dhea marah-marah.
“Hoaaam,”
Mega menguap sambil ngulet dulu di atas kasur.
Tapi tiba-tiba dia melek. Dia lupa kalo Fachri akan
menemuinya hari ini. Fachri yang ada di depan pintu hanya tersenyum.
“Oppa..
Aku bersiap-siap dulu ya. Oppa tunggu saja di depan,” Mega langsung berlari.
Beberapa saat kemudian, Mega sudah terlihat cantik dengan
jeans selutut dan kaos berpitanya itu.
“Jeoseumnida,
oppa.”
“Ne.
Kajja kita pergi,” Fachri menggandeng tangan Mega.
Dhea hanya memandang kepergian mereka.
“Aku
bingung. Siapa sebenarnya bias eonni? Fachri-oppa atau Iqbal-oppa? Benar-benar
membuatku bingung. Dan tumben sekali Iqbal-oppa tidak datang ke sini,” batin
Dhea.
Di rumah, Iqbal masih tidak percaya dengan ucapan kedua
bumonimnya. Selain itu, dia menunggu kedatangan sepupunya yang juga sahabatnya
dari Amerika.
[IQBAL POV]
Aku benar-benar tidak suka dengan hidupku sekarang. Semuanya
begitu tidak adil untukku. Fachri, kau dimana? Katanya kemarin kau sudah sampai
di sini. Tapi kenapa kau tidak datang ke sini? Apa kau sudah melupakanku?
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku.
“Chagi,
ada sepupumu, Fachri di ruang tamu. Cepat keluar,” perintah eomma sambil
mengetuk-ngetuk pintu kamarku.
Aku segera keluar menuju ke ruang tamu. Ne, terlihat dari
jauh, itu Fachri dan seorang yeoja. Mwo?! Mega?! Kenapa dia bisa bersama Mega?!
“Hey,
Iqbal!” panggil Fachri.
Aku segera duduk di salah satu sofa yang berada di depan
mereka.
“Apa
kabar?” tanya Fachri padaku.
“Baik.
Bagaimana denganmu?”
“Sama
sepertimu.”
“Wait a
minutes. Kenapa dia bisa bersamamu?” aku penasaran.
“Oh.
Aku bertemu dengannya kemarin. Dan dia yang menunjukkan padaku dimana rumahmu.
Kalian berdua saling kenal ya?” jelas Fachri.
“Ne.
Kami sangat akrab.”
“Chagi,
Fachri akan tinggal di sini sampai liburannya selesai. Eomma pergi dulu karena
ada urusan mendadak di kantor,” kata eomma yang tiba-tiba muncul.
Aku tidak berani menatap Mega. Aku takut. Aku takut jika aku
tidak bisa melupakannya selamanya. Aku masih menyayanginya. Mega, saranghaeyo.
Choahaeyo, Mega.
***
Malam
harinya, Iqbal dan Fachri sedang asyik mengobrol. Fahri menceritakan
perasaannya tentang Mega pada Iqbal. Iqbal sebenarnya juga ingin mengatakan hal
yang sama dengan Fachri. Tetapi dia tidak ingin melukai perasaan Fachri. Saat
sedang asyik mengobrol, eomma Iqbal
sudah masuk di kamar mereka.
“Chagi, kami ingin kau besok
menemui Alfida di dermaga Jeo. Kau harus ke sana, temui dia,” perintah eommanya
lalu pergi.
“Alfida? Jadi yeoja itu yang
akan dijodohkan denganmu?” tanya Fachri pada Iqbal.
“Ne. Tapi sungguh, aku benar-benar
tidak menyukainya. Secantik apapun dia,” jawab Iqbal.
“Waeyo?” tanya Fachri lagi.
“Itu karena ada seorang yeoja yang aku sayangi,” jawab Iqbal.
“Siapa yeoja itu?”
“Suatu saat kau akan tau.”
Malam
semakin larut. Iqbal sudah tertidur pulas. Tapi Fachri masih belum bisa tidur.
Dia kemudian duduk di meja belajar Iqbal. Dia menemukan sebuah foto.
[FACHRI
POV]
Ini
foto Mega dan Iqbal. Apa ini?
“Mega saranghaeyo,” batinku saat
membaca tulisan yang ada dibalik foto itu.
Jadi,
yang dia maksud yeoja yang dia sayangi itu Mega. Tapi dia dijodohkan dengan
yeoja lain. Ini kesempatanku untuk mendapatkan Mega.
***
Iqbal
akan pergi ke dermaga itu. Tapi Mega menghentikannya.
“Annyeong oppa. Kau mau kemana?”
tanya Mega.
“Aku akan berjalan-jalan.”
“Boleh aku ikut?”
“Ten, tentu saja boleh.”
Mega
diajak Iqbal berjalan-jalan, memakan es krim, dan menaiki kuda bersama. Setelah
sore, Iqbal mengajak Mega ke dermaga. Di sana sudah berdiri seorang yeoja
cantik.
[MEGA
POV]
Siapa
yeoja cantik yang berdiri di sana? Kenapa bias mengajakku ke sana dan
mendekatinya?
Kami
berhenti tepat di depan yeoja cantik itu.
“Kau sudah lama menunggu?” tanya
bias sambil tersenyum manis padanya.
Siapa
dia? Kenapa dia bisa membuat bias tersenyum sangat manis seperti tadi?
Membuatku sakit hati saja.
“Anio, gwaenchana. Siapa yeoja
yang manis ini?” tanyanya dengan senyum yang memuakkanku.
“Dia ini yeodongsaengku, Alfida.
Namanya Mega,” jawaban bias benar-benar membuatku ingin menangis. Jadi selama
ini bias hanya menganggapku sebagai yeodongsaengnya saja. Perlahan air mata
mulai menetes di pipiku. Aku mulai menangis. Waeyo oppa? Waeyo? Aku sedih
sekali.
Tanpa
aku sadari, air mataku mengucur deras sekali di pipiku. Aku sebaiknya harus
pergi dari sini. Sebelum bias dan yeojachingunya mengetahui jika aku menangis.
Aku menghapus air mataku dan pergi. Aku tidak mau mengacaukan hari bias.
“Oppa, eonni, aku ke toilet
dulu,” ucapku lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Aku
tidak pergi ke toilet, aku hanya duduk di sebuah kursi yang terletak agak jauh
dari dermaga.
“Gunakanlah ini untuk menghapus
air matamu itu,” seseorang memberiku sapu tangan.
“Gomawo,” jawabku lalu mengambil
sapu tangan yang diulurkannya.
“Kau baik-baik saja?” tanya
orang itu yang ternyata adalah Fachri-oppa.
“Gwaenchana.”
“Baiklah. Apa kau mau pulang?”
tanyanya lagi.
“Sepertinya lebih baik begitu,”
jawabku.
Seseorang
menghampiri kami berdua. Dia adalah bias. Waeyo? Wae bias ke sini?
“Ternyata kau di sini. Aku akan
mengantarmu pulang, karena hari sudah gelap. Kajja,” bias menarik tanganku. Aku
segera melepaskannya. Dia memandangku.
“Anio, oppa. Aku akan pulang
bersama Fachri-oppa. Kajja oppa, kita pergi,” aku menggandeng tangan
Fachri-oppa. Sedangkan bias hanya memandangiku dari jauh.
[FACHRI
POV]
Kali
ini aku mendapat celah. Aku tau, Mega sedang sedih karena Iqbal. Ini adalah
kesempatan emasku untuk mendapatkan hatinya. Walaupun, aku sadar dia sepertinya
sangat menyukai Iqbal.
***
[IQBAL
POV]
Sudah
4 hari aku tidak bertemu dengannya. Rasanya sungguh menyakitkan. Aku ingin
sekali bertemu dengannya. Tapi aku tau dia marah padaku.
[MEGA
POV]
Siapa
makhluk menyebalkan yang mengganggu tidurku di pagi yang indah ini? Awas ya!
Aku segera menuju ke ruang tamu untuk menemui makhluk menyebalkan yang berani
mengganggu kenyenyakan tidurku.
Aku
terkejut melihatnya. Dia?! Yeoja itu! Kenapa dia bisa datang ke sini?! Darimana
dia tau rumahku?! Sungguh membuat moodku menjadi buruk.
“Annyeong, eonni,” sapaku sambil
tersenyum yang dipaksakan.
“Mianhae, karena aku telah
mengganggu kenyenyakan tidurmu,” ucapnya sambil tersenyum yang selalu membuatku
semakin membencinya.
“Ne. Sangat benar. Kau itu
selalu merusak mood baikku. Rasanya aku ingin mengusirmu dari hidupku. Kau tau!
Aku sangat menyukai bias! Kenapa kau malah merebutnya!” batinku.
“Kenapa kau diam?” tanya yeoja
itu.
“Ah, anio. By the way, ada apa
eonni ke sini?”
“Aku hanya ingin bertanya soal
Iqbal.”
“Lebih baik eonni tanyakan
sendiri pada orangnya.”
“Tapi, aku berpikir kau lebih
tau tentangnya. Karena aku tau kalian sangat dekat. Dan Iqbal juga sering
menceritakanmu padaku.”
Ucapannya
sungguh membuatku bangkit kembali. Padahal bias hanya menganggapku sebagai
yeodongsaengnya saja. Ternyata dia juga menceritakanku. Tapi sebaiknya aku
harus melupakannya. Walaupun aku tidak bisa berhenti menyukainya. Dan aku
memilih Fachri-oppa saja. Dia namja yang baik dan penuh perhatian padaku.
Setidaknya hanya dia yang mungkin bisa menggantikan posisi bias di hatiku.
“Oh, begitu. Dia namja yang
baik. Dan pasti akan sangat cocok denganmu,” kataku walau hatiku sakit.
“Jinjja? Aku ingin sekali
mempunyai yeodongsaeng sepertimu,” dia tersenyum lagi.
“Aku berharap kalian bisa
bersama.”
“Ne, aku juga berharap begitu.
Aku sepertinya harus pulang. Lain kali aku akan main ke sini ya. Dan jika kau
ingin ke rumahku jangan sungkan ya.”
Akhirnya
dia pergi juga. Aku benci dia. Aku tidak bisa berhenti mencintai bias. Aku
masih menyayanginya.
***
Semakin
lama aku semakin dekat dengan Fachri-oppa. Memang aku menyukainya sekarang,
tapi aku masih tetap tidak bisa berhenti menyukai bias. Hanya bias yang
membuatku benar-benar tersenyum.
Tiba-tiba
ponselku berdering. Aku melihat siapa yang meneleponku. Ternyata Fachri-oppa.
“Yeoboseyo,” sapa Fachri-oppa di
telepon.
“Nado yeoboseyo oppa,” balasku.
“Kau ada acara tidak?” tanyanya.
“Aku sedang tidak ada acara,
oppa. Waeyo?”
“Aku akan mengajakmu
jalan-jalan. Tunggu di rumah ya,” Fachri-oppa lalu memutuskan sambungan
teleponnya.
Malam-malam
begini jalan-jalan? Tapi biarlah, tidak enak juga menolaknya.
“Kajja, kita jalan-jalan,” oppa
menarik tanganku.
Terasa
sedikit kecanggungan antara kami berdua. Tak ada sepatah katapun yang keluar
dari bibir kami berdua.
“Aku berharap kita bisa seperti
ini terus,” oppa membuka suara.
“Hm,” responku.
***
[IQBAL
POV]
Aku
tidak bisa seperti ini terus. Eomma dan appaku terus memaksaku untuk
bertunangan dengan yeoja itu. Aku tidak mau. Aku harus menemui Mega.
Mega
sedang menyirami tanaman di halaman rumahnya. Aku mengendap-endap dan langsung
memeluknya dari belakang.
[AUTHOR
POV]
Kejadian
romantis itu ternyata dilihat oleh Fachri. Entah apa yang terjadi dengannya.
Setelah melihat kejadian itu dia memegangi kepalanya dan pergi dari tempat itu.
[MEGA
POV]
Aku
benar-benar kaget dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba bias memelukku dengan
erat.
“Op... Oppa?” ucapku.
“Ne.”
“Oppa, lepaskan,” aku mencoba
melepaskannya.
“Hm, baiklah.”
Bias
melepaskanku. Dia menatapku tajam. Seperti ada yang ingin dia katakan, mungkin
masalah yang cukup serius.
“Mega, apa kau menyukaiku?”
tanya bias yang membuatku tersentak.
“Mwo?! Ne, oppa. Aku
menyukaimu,” jawabku jujur.
“Jeongmall? Apa kau mau
membantuku?” tanyanya.
“Bantu apa, oppa?”
“Aku disuruh bertunangan dengan
yeoja itu. Kau pasti tau yeoja yang ku maksud. Tapi aku tidak ada perasaan sama
sekali dengan yeoja itu.”
“Lalu?”
“Pergilah bersamaku. Aku tidak
mau bertunangan dengannya. Aku sudah berusaha mencintainya. Tapi tetap saja aku
tidak bisa. Aku tidak bisa berhenti mencintaimu, changia.”
“Aku juga oppa. Aku juga tidak
bisa berhenti mencintaimu. Walaupun aku sudah berusaha mencintai orang lain.”
Kami
memutuskan untuk berterus terang pada semuanya. Kami tidak bisa dipisahkan. Dan
kami pun bersama.
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar